Jika Polda Tetap Memanggil Buchtar Tabuni
JAYAPURA - Adanya keinginan Polda Papua meminta pertanggungjawaban Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Buchtar Tabuni, terkait demo KNPB sebelumnya yang dinilai ingkar janji karena dilakukan di dua tempat dan pesertanya membawa senjata tajam, mendapat tantangan balik dari KNPB.
Ketua I KNPB, Mako Musa Tabuni mengatakan, pihaknya tidak akan memenuhi panggilan pihak Polda Papua. Bahkan kalau Polda Papua tetap memanggil Ketua Umum KNPB, Buchtar Tabuni atau akan menangkapnya, maka KNPB akan bertindak tegas kepada pihak aparat Polda Papua. Selain itu lanjutnya, KNPB akan memediasi rakyat Papua untuk menyampaikan aspirasinya saat melakukan aksi demo dengan cara lain.
Saat melakukan jumpa pers (Jupe) di Café Prima Garden Abepura, Selasa (3/4) kemarin siang, Mako Tabuni mengatakan, pernyataan Wakapolda Papua, Brigjend Pol. Paulus Waterpauw yang akan meminta pertanggungjawaban Ketum KNPB, Buchtar Tabuni, adalah tidak mendasar dan terkesan mengada-ada. “Menurut kami hal tersebut tidak berdasar, baik menurut ketentuan hukum dan Undang-Undang (UU) secara Nasional maupun Internasional, dan ini merupakan praktek hukum dari NKRI yang sangat premature sekali bagi kami,”katanya.
Diakui demo itu terpaksa dilakukan di dua tempat yakni Abepura dan Taman Imbi karena pemberitahuan mereka ke polisi tidak ditanggapi dan diberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP). “ Tapi malah kami mau diproses hukum, padahal kegiatan kami tidak mengikat pada hukum NKRI, dikarenakan pihak Polda Papua tidak menerbitkan STTP,” ungkap Mako kepada wartawan, kemarin siang. Dikatakan, kalau persoalan membawa sajam saat melakukan aksi demo seperti membawa panah, tombak dan kapak maupun benda tajam lainnya, maka itu merupakan budaya Bangsa Papua Barat. “Dan mengenai hal tersebut telah kami beritahukan dalam seruan maupun pemberitahuan kepada pihak kepolisian saat kami melakukan aksi demo kemarin (Selasa, 2 April), dimana sajam maupun benda tajam lainnya yang kami bawa untuk digunakan sebagai alat pentas seni budaya dari rakyat Bangsa Papua Barat,”katanya.
“Bahwa aksi demo kami adalah aksi demo penentuan nasib Bangsa kami sendiri dengan menunjukkan jati diri kami sebagai Bangsa Papua Barat, kalau terkait kemacetan arus lalulintas (Lalin, red), kami meminta kepada pihak Polda Papua harus bersikap professional yakni kalau kita lihat aksi-aksi demo yang dilakukan diluar Papua tepatnya di Jawa dan Makassar melakukan aksi demo hingga berhari-hari, yang melumpuhkan arus Lalin, tapi dilegalkan karena memang sekarang ini adalah zamannya demokrasi,” ujarnya.
Lanjutnya, tapi saat kami (KNPB) melakukan aksi dan menimbulkan kemacetan langsung dituding melanggar hukum, sehingga persoalan ini kami menganggap bahwa kami sebagai orang asli Papua masih dibawah jajahan Indonesia dan tidak dapat hidup demokratis sesuai dengan aturan yang ada. Rakyat Papua meminta referendum karena memang Indonesia menguasai Papua melalui proses yang tidak sesuai dan tidak sah.
“Apabila kami dilarang demo, maka kami akan menyampaikan aspirasi dengan gaya lain yaitu dengan cara kami sendiri, serta tidak peduli lagi dengan aturan hukum Negara Indonesia, apalagi media terlalu membesar-besarkan hal-hal yang buruk, dimana pemberitaannya hanya kepada jalan yang macet, toko-toko yang tutup, anak-anak sekolah dipulangkan lebih awal atau sekolah-sekolah langsung diliburkan,” katanya.
“Jadi, berita tersebut selalu dibesar-besarkan, namun tujuan dari demo tidak pernah sama sekali diberitakan, apabila ruang demokrasi KNPB dibatasi maka KNPB akan melakukan aksi-aksi dengan cara KNPB sendiri, sehingga itu kami mewanti-wanti dan kami akan melawannya, jangan coba-coba untuk membatasi ruang demokrasi kami (KNPB) serta jangan coba-coba menakut-nakuti rakyat Bangsa Papua Barat lagi,” kecam Mako yang ingin disapa dengan panggilan Pikiran.
Dikatakannya, Polda Papua dalam hal ini Kapolda Papua maupun Wakapolda Papua harus mempertimbangkan untung ruginya dan resiko dari pemanggilan Ketum KNPB, karena kami sedikitpun tidak akan memenuhi panggilan tersebut. “Praktek hukum NKRI adalah Kolonial ala modern terhadap Bangsa Papua Barat, karena demonstran yang berada diluar Papua seperti Jawa dan Makassar sering melakukan pemalangan jalan, bakar ban atau terjadinya pemogokan hingga berhari-hari, tapi pihak kepolisian tidak pernah mempersoalkannya, namun KNPB memediasi rakyat Bangsa Papua Barat hanya 5 s/d 8 jam saja sudah dituding melanggar hukum,” ungkapnya.
Kalau mengenai beredar SMS atau pesan singkat tentang isu akan dibunuhnya wartawan pada saat melakukan aksi demo KNPB, Mako Tabuni dengan tegas langsung membantahnya bahwa ini ada permainan dari pihak ketiga yang ingin memperkeruh dan memperburuk citra dari pihak KNPB setiap akan melakukan aksi demo. “Isu yang beredar melalui SMS atau pesan singkat itu merupakan propaganda dari pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari kesalahan-kesalahan KNPB, dan juga itu anggap suatu permainan dari pihak-pihak yang tidak ingin melihat KNPB baik dengan para awak media cetak, yang mana sudah ada ikatan emosional atau ada ikatan kekerabatan antara KNPB dengan para awak media cetak yang sudah terjalin sejak dulu,” pungkasnya. (CR-36/don/l03).
Sumber: Bintang papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar