BIAK [PAPOS]- Status politik Tanah Papua di PBB sebenarnya belum final. Oleh karena itu masih dapat digugat atau dipersoalkan kembali oleh rakyat Papua secara hukum.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy kepada Papua Pos di Biak, kemarin. Dikatakan, setelah pihaknya memperlajari dokumen-dokumen penting yang terdapat di Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] tentang penyelenggaraan Penentuan Pendapat Rakyat [Pepera] atau dalam istilah asingnya disebut Act of Free Choice [Tindakan Pilihan Bebas].
Terkait hal itu, kata pembela HAM di Tanah Papua ini, rupa-rupanya menginspirasi seorang Sekretaris Jenderal PBB Bang Ki Moon yang sempat menyampaikan saran konkrit di depan publik di Auckland-Selandia Baru pada 7 September 2011 lalu, dimana masalah Papua hendaknya dibawa untuk dibahas dalam Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berkedudukan di Jenewa-Swiss dan Komisi Dekolonisasi di bawah Majelis Umum PBB yang bekedudukan di New York.
Perlu diketahui kata dia, masalah status politik Papua haruslah diuji dalam sebuah mekanisme hukum yang dibenarkan dalam konteks PBB, sehingga kelak dapat diketahui apakah benar PBB pernah mengeluarkan keputusan resmi dan legal yang mengikat [legally binding] tentang Status Politik Tanah Papua? ataukah justru keputusan PBB tentang Status Politik Tanah Papua masih bersifat tidak mengikat [not legally binding] "(Yan Christian Warinussy)"
Lanjutnya, saat ini sangatlah penting untuk diupayakan sejumlah langkah-langkah hukum oleh para elit politik Papua untuk membawa persoalan tersebut ke ranah hukum yang sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang dibenarkan oleh PBB. “Saya memandang bahwa berbagai dokumen resmi yang ada di Sekretariat PBB di New York, Amerika Serikat saat ini sudah menjadi dokumen terbuka yang bisa diakses dan digunakan dalam membuat langkah-langkah hukum tersebut.,” kata Peraih Penghargaan Internasional tentang HAM “John Humphrey Freedom Award” pada 2005 dari Rights and Democrazy di Canada ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar