Oleh: Usman Alfarisi
Judul Buku: Deadline Your Life! (Ingat Mati Agar Hidup Lebih Berarti)
Penulis: Sholikhin Abu Izzuddin
Penerbit: Pro-U Media – Yogyakarta
Cetakan: 1, Juli 2011
Tebal: 322 Halaman
dakwatuna.com – Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan-kelezatan, yaitu kematian (HR Tirmidzi No 230, Shohihul Jami’ no. 1210)– Deadline Your Life Halaman 101.
Membicarakan mati, seperti tak ada habisnya. Ia bisa kita diskusikan dari berbagai macam perspektif. Apa saja, semau kita. Salah satunya adalah perspektif Islam dalam memandang kematian. Ini merupakan perspektif terbaik dan terlengkap dibanding perspektif lain.
Hal itulah yang dilakukan oleh ‘motivator sejuta umat’, Sholikhin Abu Izuddin dalam membahas kematian. Dengan kepiawaiannya mengolah kata bersajak, buku setebal 322 halaman ini serasa sangat renyah untuk dikunyah. Tidak perlu mengerutkan dahi, hanya perlu menyiapkan sunggingan-sunggingan senyum di setiap jenak buku ini. Beliau akan membuat kita untuk mengangguk setuju dan kemudian bergegas untuk mengukir prestasi.
Mati, sebagaimana kita pahami bersama merupakan kepastian paling pasti dari kehidupan yang kita jalani. Ia merupakan dua mata pisau yang berbeda, tergantung dari mana kita memakainya. Bagi seorang fajir, yang bergelimang dosa, mati tentu saja merupakan sebuah monster yang sangat menakutkan. Golongan ini sangat takut akan datangnya mati. Jangankan untuk membicarakan mati, mengingat saja mereka enggan. Yang masuk dalam golongan ini, salah satunya adalah mereka yang sangat mencintai dunia. Mereka menganggap bahwa dunia ini adalah yang terakhir. Dunia ini adalah tempat bersenang-senang, sesuai nafsu mereka. Padahal sejatinya tidak! Dunia ini adalah ladang yang mesti kita garap dan baru bisa kita panen kelak di akhirat.
Bagi seorang mukmin, mati tentu saja sebuah kata yang sangat menarik dan bisa jadi pada taraf sangat dirindukan. Sebut saja generasi salaf, generasi terbaik umat ini. Mereka menganggap mati sebagai sebuah kenikmatan, karena dengan itu mereka bisa bertemu dengan kekasih sejatinya, Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Oleh karena itu, generasi ini termasuk yang bergegas, berlomba dalam melakukan amal shalih. Mereka tak kenal putus asa, tidak mau menunda bahkan selalu menangis ketika tertinggal dalam melakukan amal shalih. Generasi ini, nyaris habis. Meski dalam beberapa kasus, kita masih bisa mengadakannya, terutama pada diri kita masing-masing. Semoga.
Buku berukuran 12 x 20 cm ini, akan mengajak Anda untuk terus berkarya, agar kita mati dengan tersenyum. Ya. Senyum kemenangan sebagai syuhada’. Karena mati itu pasti, tapi bukan itu esensi utama dari kematian kita. Melainkan bagaimana kita mati, itulah yang lebih penting dan mesti kita persiapkan. Abu ya’la (Syadad) bin Aus Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang mengoreksi dirinya dan mempersiapkan amal untuk bekal sesudah mati. Dan orang yang bodoh adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah” (HR Tirmidzi). Hadits yang terdapat di halaman 80 ini merupakan sebuah pilihan. Pilihan yang Rasulullah ajukan kepada kita, umatnya, akankah kita memilih untuk menjadi cerdas dengan mempersiapkan bekal setelah mati, atau sebaliknya, memilih menjadi orang bodoh dengan menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan.
Buku yang terbit pertama di bulan juli tahun 2011 ini, sejatinya hanya terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama tentang perlunya kita mengingat mati. Bagian kedua merupakan langkah yang harus kita lakukan agar mati kita menjadi berpengaruh. Agar mati yang kita hadapi kelak menginspirasi bagi generasi-generasi yang kita tinggalkan. Agar mati yang hanya sekali, senantiasa berbekas bagi diri maupun orang lain.
Bagian pertama buku ini terdiri dari 4 bab meliputi: Deadline Power, Bila Waktu Telah Berakhir, Bagaimana Cara Memotivasi Diri, dan Mengapa Harus Men-deadline Diri. Masing-masing Bab dalam buku ini, disertai dengan sub-bab yang akan memudahkan pembaca untuk menyelami pemikiran penulis. Di bagian pertama ini, penulis menyebutkan betapa pentingnya kita mengingat mati. Di antaranya agar kita tidak menunda dalam melakukan kebaikan, menghiasi hari dengan prestasi- sekecil apapun, senantiasa berkata jujur, tersenyum sebagai bentuk sedekah yang paling murah dan aneka kiat-kiat dan contoh terkait pentingnya kita mengingat mati. Muaranya, penulis mengajak kita untuk merenung, bahwa hidup yang Allah berikan ini tidaklah kekal. Hidup yang Allah berikan kepada kita hanyalah terminal yang harus kita isi dengan amal shalih sebagai perbekalan kehidupan setelah kematian kita. Sehingga, ketika kesadaran seperti itu sudah terbentuk, maka kita akan menjadi pribadi yang cerdas, sebagaimana di sebutkan dalam hadits riwayat Imam Tirmidzi di atas, yaitu pribadi yang mengingat mati dan mengumpulkan perbekalan untuk mati.
Bagian pertama dalam buku ini, dipaparkan secara gamblang sebanyak 164 halaman. Sehingga kita akan puas dan kemudian menyegerakan diri untuk mengumpulkan bekal kematian yang merupakan gerbang menuju kehidupan yang lebih abadi, akhirat.
Setelah diajak melanglang buana terkait pentingnya mati, kita langsung diajak melangkah. Melakukan aneka aksi untuk menjemput kematian kita.
Ada Sembilan langkah yang penulis paparkan dalam bagian kedua ini. Sembilan langkah tersebut meliputi:
1. Mati Urusan Pribadi, Persiapkan Dirimu!
Dalam bab ini, penulis bertutur, “Siapa yang memungkiri? Jenderal atau Kopral, majikan atau pelayan, selebritis atau pengemis, direktur atau kondektur, koruptor atau provokator, bahkan anggota dewan atau tukang jagal hewan, semua bakal merasakan kematian. (Hal 175).
Dalam bab ini, diuraikan pula sejumlah nama yang telah diganjar surga oleh Allah. Sebut saja Bilal bin Rabbah yang terompahnya sudah terdengar sampai di surga. Hamzah bin Abdul Muthalib yang syahid di medan Uhud. Ja’far bin Abi Thalib yang beterbangan seperti burung di surga karena tangannya buntung ketika perang Mu’tah. Dan Ummu Sulaim yang mondar mandir di surga (hal 181). Sebuah pertanyaan cerdas yang penulis lontarkan dan sangat layak untuk kita renungkan, “Jika mereka telah diganjar surga oleh Allah, bagaimana dengan kita?”
2. Miliki Grand Desain Hidupmu.
Kegagalan yang kita dapati adalah buah dari gagalnya kita merencanakan. Kita cenderung berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Akhirnya, langkah kita tak pasti dan cenderung loyo ketika ada ujian yang melanda, diri yang mudah limbung, tak tentu arah dan berkecenderungan ‘asal mengalir’
Dalam bab ini kita disuguhi sebuah cara agar kita bisa memiliki Grand Desain. Dengan panduan yang mudah diikuti, kita diajak untuk menentukan akan menjadi seperti apakah kita, terutama dalam masa 5 tahun ke depan. (hal 200-203)
3. Action Plan.
Dalam bab ini, kita akan disajikan 3 hal penting dalam melakukan aksi terhadap rencana kita. Planning, Perincian dan Prioritas. Di bagian akhir, lagi-lagi kita disuguhkan dengan lembaran-lembaran praktikum tentang rencana-rencana kita. Lengkap dengan panduan dan waktu perkiraan terlaksananya rencana yang telah kita pancangkan (hal 221-226). Di sini, kita dipaksa untuk berpikir dan belajar membuat peta kehidupan. Agar hidup kita terarah dan tidak asal melangkah.
4. Desain caranya.
Rencana aksi, hanyalah sebuah garis besar tentang mimpi yang ingin kita gapai. Setelahnya, kita harus menuliskan langkah-langkah detail untuk mengeksekusi sekian banyak rencana tersebut. Sebut saja jika cita-cita kita adalah menjadi penulis. Maka kita harus menargetkan jenis-jenis tulisan yang akan digubah. Di sini, kita akan disuguhkan tentang cara membaca efektif sehingga tidak mudah lupa (hal 234-235), Tiga faktor Penyebab Lupa (hal 235-236), Dua Belas Cara Menulis Dengan Manis (hal 236-242) dan Empat Pemilik Dunia.
5. Jaga Stamina dengan Senyum Merekah.
Orang-orang sukses selalu tersenyum optimis dan mengharapkan dilimpahkannya kebaikan bagi seluruh manusia (Hal 251).
Senyum yang ikhlas, akan bermuara pada kebahagiaan sejati, “Saudaraku, agar hidup lebih terarah, potensi diri menjadi permata berharga, masa depan menjadi lebih cerah, dan hidup menjadi lebih bergairah, mari bergembiralah!”(Hal 253)
Bab ini ditutup dengan 5 cara Praktis menghadirkan senyum Merekah penggugah Ruhiyah (hal 255). Di sini, pembaca perlu berhati-hati. Karena setelah selesai, pembaca bisa mengidap penyakit suka ‘tersenyum sendiri.’ ^_^
6. Eksekusi Diri.
Rencana yang baik, detail aksi yang lengkap, akan sia-sia jika kita tak kunjung melangkah. Semuanya harus segera kita eksekusi agar tidak menyesal karena terlambat. Seperti halnya fir’aun yang terlambat mengakui keesaan Allah, seperti itu pulalah kegagalan yang akan kita terima manakala kita sering menunda eksekusi atas semua rencana kita.
Ada 6 penghambat eksekusi: tujuan hidup yang tidak jelas, antusias yang rendah, sikap mental negatif, kurang percaya diri, terlalu berhati-hati dan berharap tanpa memenuhi syarat (hal 262-263).
7. Fokus Sampai Lulus.
Orang yang tidak memfokuskan potensi untuk berprestasi akan kehilangan banyak kesempatan, memubadzirkan energi, merugikan masa depan, menzhalimi diri, dan merusak kehidupannya. Fokuskan pada akhirat maka dunia pun akan didapat. Tetap perbarui niat dan jaga semangat (hal 283). Fokus diibaratkan penulis dengan sinar laser. Meski kecil, ia bisa menghancurkan aneka benda yang ditabraknya. Sementara ketidakfokusan diibaratkan seperti matahari, meski tenaganya besar, daya hancurnya kurang karena ketidakfokusannya pada sebuah objek.
8. Optimis Sampai Finish.
Optimis adalah bagian dari kemenangan dan kesuksesan. Optimis adalah nafas panjang untuk mengarungi pendakian yang tak berujung. Pendakian menuju keabadian. Optimis adalah oksigen para pendaki tersebut. Sebab, semakin mendaki semakin sedikit teman, semakin sulit tantangan, semakin menjerit lolongan, semakin sempit kesempatan, dan semakin rumit persoalan, namun juga semakin bersuit-suit pujian yang melenakan di samping sudah semakin dekat dengan puncak kemenangan yang dirindukan (Hal 289).
9. Tak ada pilihan ketiga.
Bab ini menyajikan langkah pamungkas yang mesti kita lakukan agar kematian yang kita temui adalah kematian terindah, syahid. Penulis mengutip perkataan Sayyid Quthb dalam menafsirkan Surat Al Jatsiyah ayat 18 , “Pilihan itu hanya ada dua, Syari’at Allah atau mengikuti keinginan orang-orang jahil. Tidak ada pilihan ketiga, jalan tengah antara syariat yang lurus dan keinginan hawa nafsu yang berubah. Seseorang yang meninggalkan syari’at Allah berarti telah berhukum kepada keinginan nafsunya. Segala sesuatu selain syariat Allah adalah keinginan hawa nafsu yang disukai oleh orang yang jahil (hal 304-305).
Buku yang dikemas dengan rasa training ini membuat kita betah untuk melahap bab demi babnya. Sehingga kita akan terbawa arus dan tidak sadar ternyata kita hampir selesai membaca. Di samping itu, Bahasa yang mudah dicerna, bersajak, juga merupakan kelebihan yang tak terbantahkan dari buku ini. Belum lagi desain cover yang dominan warna hitam, disertai hiasan kuning, merah dan putih adalah sebuah kombinasi manis yang membuat pembaca ‘jatuh cinta’ pada pandangan pertama. Oh ya, yang tak kalah serunya, buku ini dikemas tanpa daftar isi. Sehingga Anda yang haus ilmu, akan penasaran untuk membuka tiap detailnya.
Akhirnya, saya ucapkan jazakumullah ahsanal jaza’ kepada Pak Sholikhin yang bercita-cita menjadi Trainer Sejuta Umat dan keluarga besar Pro-U Media seluruhnya. Semoga Allah mengistiqamahkan kita di jalan ini. Jalan yang awalnya hidayah, perekatnya ukhuwah dan semoga saja akhirnya adalah surga yang abadi. Amiin.
Kepada sahabat sekalian saya sampaikan, “Hati-hati membaca buku ini! Karena Dosis (motivasinya) tinggi. Sehingga sahabat, bisa jadi akan mengalami over dosis motivasi. Dan, sahabat tidak akan bisa tidur karena mengingat diri yang makin berkurang jatah umurnya, sementara prestasi tak kunjung jua membanggakan.”
Selamat membaca. Semoga berkenan.
Judul Buku: Deadline Your Life! (Ingat Mati Agar Hidup Lebih Berarti)
Penulis: Sholikhin Abu Izzuddin
Penerbit: Pro-U Media – Yogyakarta
Cetakan: 1, Juli 2011
Tebal: 322 Halaman
dakwatuna.com – Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan-kelezatan, yaitu kematian (HR Tirmidzi No 230, Shohihul Jami’ no. 1210)– Deadline Your Life Halaman 101.
Membicarakan mati, seperti tak ada habisnya. Ia bisa kita diskusikan dari berbagai macam perspektif. Apa saja, semau kita. Salah satunya adalah perspektif Islam dalam memandang kematian. Ini merupakan perspektif terbaik dan terlengkap dibanding perspektif lain.
Hal itulah yang dilakukan oleh ‘motivator sejuta umat’, Sholikhin Abu Izuddin dalam membahas kematian. Dengan kepiawaiannya mengolah kata bersajak, buku setebal 322 halaman ini serasa sangat renyah untuk dikunyah. Tidak perlu mengerutkan dahi, hanya perlu menyiapkan sunggingan-sunggingan senyum di setiap jenak buku ini. Beliau akan membuat kita untuk mengangguk setuju dan kemudian bergegas untuk mengukir prestasi.
Mati, sebagaimana kita pahami bersama merupakan kepastian paling pasti dari kehidupan yang kita jalani. Ia merupakan dua mata pisau yang berbeda, tergantung dari mana kita memakainya. Bagi seorang fajir, yang bergelimang dosa, mati tentu saja merupakan sebuah monster yang sangat menakutkan. Golongan ini sangat takut akan datangnya mati. Jangankan untuk membicarakan mati, mengingat saja mereka enggan. Yang masuk dalam golongan ini, salah satunya adalah mereka yang sangat mencintai dunia. Mereka menganggap bahwa dunia ini adalah yang terakhir. Dunia ini adalah tempat bersenang-senang, sesuai nafsu mereka. Padahal sejatinya tidak! Dunia ini adalah ladang yang mesti kita garap dan baru bisa kita panen kelak di akhirat.
Bagi seorang mukmin, mati tentu saja sebuah kata yang sangat menarik dan bisa jadi pada taraf sangat dirindukan. Sebut saja generasi salaf, generasi terbaik umat ini. Mereka menganggap mati sebagai sebuah kenikmatan, karena dengan itu mereka bisa bertemu dengan kekasih sejatinya, Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Oleh karena itu, generasi ini termasuk yang bergegas, berlomba dalam melakukan amal shalih. Mereka tak kenal putus asa, tidak mau menunda bahkan selalu menangis ketika tertinggal dalam melakukan amal shalih. Generasi ini, nyaris habis. Meski dalam beberapa kasus, kita masih bisa mengadakannya, terutama pada diri kita masing-masing. Semoga.
Buku berukuran 12 x 20 cm ini, akan mengajak Anda untuk terus berkarya, agar kita mati dengan tersenyum. Ya. Senyum kemenangan sebagai syuhada’. Karena mati itu pasti, tapi bukan itu esensi utama dari kematian kita. Melainkan bagaimana kita mati, itulah yang lebih penting dan mesti kita persiapkan. Abu ya’la (Syadad) bin Aus Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang mengoreksi dirinya dan mempersiapkan amal untuk bekal sesudah mati. Dan orang yang bodoh adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah” (HR Tirmidzi). Hadits yang terdapat di halaman 80 ini merupakan sebuah pilihan. Pilihan yang Rasulullah ajukan kepada kita, umatnya, akankah kita memilih untuk menjadi cerdas dengan mempersiapkan bekal setelah mati, atau sebaliknya, memilih menjadi orang bodoh dengan menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan.
Buku yang terbit pertama di bulan juli tahun 2011 ini, sejatinya hanya terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama tentang perlunya kita mengingat mati. Bagian kedua merupakan langkah yang harus kita lakukan agar mati kita menjadi berpengaruh. Agar mati yang kita hadapi kelak menginspirasi bagi generasi-generasi yang kita tinggalkan. Agar mati yang hanya sekali, senantiasa berbekas bagi diri maupun orang lain.
Bagian pertama buku ini terdiri dari 4 bab meliputi: Deadline Power, Bila Waktu Telah Berakhir, Bagaimana Cara Memotivasi Diri, dan Mengapa Harus Men-deadline Diri. Masing-masing Bab dalam buku ini, disertai dengan sub-bab yang akan memudahkan pembaca untuk menyelami pemikiran penulis. Di bagian pertama ini, penulis menyebutkan betapa pentingnya kita mengingat mati. Di antaranya agar kita tidak menunda dalam melakukan kebaikan, menghiasi hari dengan prestasi- sekecil apapun, senantiasa berkata jujur, tersenyum sebagai bentuk sedekah yang paling murah dan aneka kiat-kiat dan contoh terkait pentingnya kita mengingat mati. Muaranya, penulis mengajak kita untuk merenung, bahwa hidup yang Allah berikan ini tidaklah kekal. Hidup yang Allah berikan kepada kita hanyalah terminal yang harus kita isi dengan amal shalih sebagai perbekalan kehidupan setelah kematian kita. Sehingga, ketika kesadaran seperti itu sudah terbentuk, maka kita akan menjadi pribadi yang cerdas, sebagaimana di sebutkan dalam hadits riwayat Imam Tirmidzi di atas, yaitu pribadi yang mengingat mati dan mengumpulkan perbekalan untuk mati.
Bagian pertama dalam buku ini, dipaparkan secara gamblang sebanyak 164 halaman. Sehingga kita akan puas dan kemudian menyegerakan diri untuk mengumpulkan bekal kematian yang merupakan gerbang menuju kehidupan yang lebih abadi, akhirat.
Setelah diajak melanglang buana terkait pentingnya mati, kita langsung diajak melangkah. Melakukan aneka aksi untuk menjemput kematian kita.
Ada Sembilan langkah yang penulis paparkan dalam bagian kedua ini. Sembilan langkah tersebut meliputi:
1. Mati Urusan Pribadi, Persiapkan Dirimu!
Dalam bab ini, penulis bertutur, “Siapa yang memungkiri? Jenderal atau Kopral, majikan atau pelayan, selebritis atau pengemis, direktur atau kondektur, koruptor atau provokator, bahkan anggota dewan atau tukang jagal hewan, semua bakal merasakan kematian. (Hal 175).
Dalam bab ini, diuraikan pula sejumlah nama yang telah diganjar surga oleh Allah. Sebut saja Bilal bin Rabbah yang terompahnya sudah terdengar sampai di surga. Hamzah bin Abdul Muthalib yang syahid di medan Uhud. Ja’far bin Abi Thalib yang beterbangan seperti burung di surga karena tangannya buntung ketika perang Mu’tah. Dan Ummu Sulaim yang mondar mandir di surga (hal 181). Sebuah pertanyaan cerdas yang penulis lontarkan dan sangat layak untuk kita renungkan, “Jika mereka telah diganjar surga oleh Allah, bagaimana dengan kita?”
2. Miliki Grand Desain Hidupmu.
Kegagalan yang kita dapati adalah buah dari gagalnya kita merencanakan. Kita cenderung berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Akhirnya, langkah kita tak pasti dan cenderung loyo ketika ada ujian yang melanda, diri yang mudah limbung, tak tentu arah dan berkecenderungan ‘asal mengalir’
Dalam bab ini kita disuguhi sebuah cara agar kita bisa memiliki Grand Desain. Dengan panduan yang mudah diikuti, kita diajak untuk menentukan akan menjadi seperti apakah kita, terutama dalam masa 5 tahun ke depan. (hal 200-203)
3. Action Plan.
Dalam bab ini, kita akan disajikan 3 hal penting dalam melakukan aksi terhadap rencana kita. Planning, Perincian dan Prioritas. Di bagian akhir, lagi-lagi kita disuguhkan dengan lembaran-lembaran praktikum tentang rencana-rencana kita. Lengkap dengan panduan dan waktu perkiraan terlaksananya rencana yang telah kita pancangkan (hal 221-226). Di sini, kita dipaksa untuk berpikir dan belajar membuat peta kehidupan. Agar hidup kita terarah dan tidak asal melangkah.
4. Desain caranya.
Rencana aksi, hanyalah sebuah garis besar tentang mimpi yang ingin kita gapai. Setelahnya, kita harus menuliskan langkah-langkah detail untuk mengeksekusi sekian banyak rencana tersebut. Sebut saja jika cita-cita kita adalah menjadi penulis. Maka kita harus menargetkan jenis-jenis tulisan yang akan digubah. Di sini, kita akan disuguhkan tentang cara membaca efektif sehingga tidak mudah lupa (hal 234-235), Tiga faktor Penyebab Lupa (hal 235-236), Dua Belas Cara Menulis Dengan Manis (hal 236-242) dan Empat Pemilik Dunia.
5. Jaga Stamina dengan Senyum Merekah.
Orang-orang sukses selalu tersenyum optimis dan mengharapkan dilimpahkannya kebaikan bagi seluruh manusia (Hal 251).
Senyum yang ikhlas, akan bermuara pada kebahagiaan sejati, “Saudaraku, agar hidup lebih terarah, potensi diri menjadi permata berharga, masa depan menjadi lebih cerah, dan hidup menjadi lebih bergairah, mari bergembiralah!”(Hal 253)
Bab ini ditutup dengan 5 cara Praktis menghadirkan senyum Merekah penggugah Ruhiyah (hal 255). Di sini, pembaca perlu berhati-hati. Karena setelah selesai, pembaca bisa mengidap penyakit suka ‘tersenyum sendiri.’ ^_^
6. Eksekusi Diri.
Rencana yang baik, detail aksi yang lengkap, akan sia-sia jika kita tak kunjung melangkah. Semuanya harus segera kita eksekusi agar tidak menyesal karena terlambat. Seperti halnya fir’aun yang terlambat mengakui keesaan Allah, seperti itu pulalah kegagalan yang akan kita terima manakala kita sering menunda eksekusi atas semua rencana kita.
Ada 6 penghambat eksekusi: tujuan hidup yang tidak jelas, antusias yang rendah, sikap mental negatif, kurang percaya diri, terlalu berhati-hati dan berharap tanpa memenuhi syarat (hal 262-263).
7. Fokus Sampai Lulus.
Orang yang tidak memfokuskan potensi untuk berprestasi akan kehilangan banyak kesempatan, memubadzirkan energi, merugikan masa depan, menzhalimi diri, dan merusak kehidupannya. Fokuskan pada akhirat maka dunia pun akan didapat. Tetap perbarui niat dan jaga semangat (hal 283). Fokus diibaratkan penulis dengan sinar laser. Meski kecil, ia bisa menghancurkan aneka benda yang ditabraknya. Sementara ketidakfokusan diibaratkan seperti matahari, meski tenaganya besar, daya hancurnya kurang karena ketidakfokusannya pada sebuah objek.
8. Optimis Sampai Finish.
Optimis adalah bagian dari kemenangan dan kesuksesan. Optimis adalah nafas panjang untuk mengarungi pendakian yang tak berujung. Pendakian menuju keabadian. Optimis adalah oksigen para pendaki tersebut. Sebab, semakin mendaki semakin sedikit teman, semakin sulit tantangan, semakin menjerit lolongan, semakin sempit kesempatan, dan semakin rumit persoalan, namun juga semakin bersuit-suit pujian yang melenakan di samping sudah semakin dekat dengan puncak kemenangan yang dirindukan (Hal 289).
9. Tak ada pilihan ketiga.
Bab ini menyajikan langkah pamungkas yang mesti kita lakukan agar kematian yang kita temui adalah kematian terindah, syahid. Penulis mengutip perkataan Sayyid Quthb dalam menafsirkan Surat Al Jatsiyah ayat 18 , “Pilihan itu hanya ada dua, Syari’at Allah atau mengikuti keinginan orang-orang jahil. Tidak ada pilihan ketiga, jalan tengah antara syariat yang lurus dan keinginan hawa nafsu yang berubah. Seseorang yang meninggalkan syari’at Allah berarti telah berhukum kepada keinginan nafsunya. Segala sesuatu selain syariat Allah adalah keinginan hawa nafsu yang disukai oleh orang yang jahil (hal 304-305).
Buku yang dikemas dengan rasa training ini membuat kita betah untuk melahap bab demi babnya. Sehingga kita akan terbawa arus dan tidak sadar ternyata kita hampir selesai membaca. Di samping itu, Bahasa yang mudah dicerna, bersajak, juga merupakan kelebihan yang tak terbantahkan dari buku ini. Belum lagi desain cover yang dominan warna hitam, disertai hiasan kuning, merah dan putih adalah sebuah kombinasi manis yang membuat pembaca ‘jatuh cinta’ pada pandangan pertama. Oh ya, yang tak kalah serunya, buku ini dikemas tanpa daftar isi. Sehingga Anda yang haus ilmu, akan penasaran untuk membuka tiap detailnya.
Akhirnya, saya ucapkan jazakumullah ahsanal jaza’ kepada Pak Sholikhin yang bercita-cita menjadi Trainer Sejuta Umat dan keluarga besar Pro-U Media seluruhnya. Semoga Allah mengistiqamahkan kita di jalan ini. Jalan yang awalnya hidayah, perekatnya ukhuwah dan semoga saja akhirnya adalah surga yang abadi. Amiin.
Kepada sahabat sekalian saya sampaikan, “Hati-hati membaca buku ini! Karena Dosis (motivasinya) tinggi. Sehingga sahabat, bisa jadi akan mengalami over dosis motivasi. Dan, sahabat tidak akan bisa tidur karena mengingat diri yang makin berkurang jatah umurnya, sementara prestasi tak kunjung jua membanggakan.”
Selamat membaca. Semoga berkenan.
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar