Untuk membantu anak-anak dalam memahami fikiran mereka, ikutilah beberapa contoh berikut ini:
1. Menjadi Pendengar yang Baik:
Anak merasa bersalah ketika mencoba untuk mengungkapkannya kepada salah satu orang tuanya, sedangkan orang tuanya tidak menatap sembari diam.
Contoh Pertama:
Sa'ad (5 tahun) datang kepada Bapaknya yang tengah membaca koran, dan berkata, "Pak, Ahmad telah memukulku". Sang Bapak tidak menoleh sedikitpun. Sa'ad bertanya, "Bapak dengar nggak...?"
Sang Bapak menjawab dengan kedua matanya tetap menatap ke arah koran yang dibacanya, "Iya, aku mendengar, Ayo ngomonglah, ada apa?"
Sa'ad berkata, "Lalu, akupun balas memukul Ahmad, tapi Ahmad memukul aku lagi, ... Pak,... dengar nggak.... ?"
Bapak menjawab, "Teruskan ceritamu".
Sa'ad, "Bapak nggak mendengarkan aku ngomong".
Bapak menjawab, "Lho, Bapak dengar kok, Bapak bisa mendengar sambil membaca koran".
Maka pergilah Sa'ad dan masuk kamar sambil sedih karena tidak diperhatikan Bapaknya.
Contoh Kedua:
Sa'ad datang menemui Ayahnya yang sedang membaca koran dan berkata, "Pak, Ahmad memukulku".
Kemudian Sang Bapak menutup korannya dan memandang ke arah Sa'ad, kemudian Sa'ad melanjutkan ceritanya, "Lalu, aku pun memukulnya, tapi Ahmad memukulku lagi, dia menyerangku. Sang Bapak tetap diam sambil tetap memandang anaknya.
Sa'ad pun berkata lagi, "Aku besok mau main sama Khalid saja, sebab dia nggak suka memukul orang yang bermain bersamanya".
Kelihatan pada contoh kedua, Sang Bapak tidak mengucapkan satu patah kata pun, akan tetapi dengan diamnya Bapak sembari tetap memandangi anaknya, menjadikan sang anak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, dan berubah dari emosi tinggi menjadi tenang kembali.
Contoh Pertama:
Sa'ad (5 tahun) datang kepada Bapaknya yang tengah membaca koran, dan berkata, "Pak, Ahmad telah memukulku". Sang Bapak tidak menoleh sedikitpun. Sa'ad bertanya, "Bapak dengar nggak...?"
Sang Bapak menjawab dengan kedua matanya tetap menatap ke arah koran yang dibacanya, "Iya, aku mendengar, Ayo ngomonglah, ada apa?"
Sa'ad berkata, "Lalu, akupun balas memukul Ahmad, tapi Ahmad memukul aku lagi, ... Pak,... dengar nggak.... ?"
Bapak menjawab, "Teruskan ceritamu".
Sa'ad, "Bapak nggak mendengarkan aku ngomong".
Bapak menjawab, "Lho, Bapak dengar kok, Bapak bisa mendengar sambil membaca koran".
Maka pergilah Sa'ad dan masuk kamar sambil sedih karena tidak diperhatikan Bapaknya.
Contoh Kedua:
Sa'ad datang menemui Ayahnya yang sedang membaca koran dan berkata, "Pak, Ahmad memukulku".
Kemudian Sang Bapak menutup korannya dan memandang ke arah Sa'ad, kemudian Sa'ad melanjutkan ceritanya, "Lalu, aku pun memukulnya, tapi Ahmad memukulku lagi, dia menyerangku. Sang Bapak tetap diam sambil tetap memandang anaknya.
Sa'ad pun berkata lagi, "Aku besok mau main sama Khalid saja, sebab dia nggak suka memukul orang yang bermain bersamanya".
Kelihatan pada contoh kedua, Sang Bapak tidak mengucapkan satu patah kata pun, akan tetapi dengan diamnya Bapak sembari tetap memandangi anaknya, menjadikan sang anak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, dan berubah dari emosi tinggi menjadi tenang kembali.
2. Menunjukkan rasa emphati sebagai ganti atas mengajukan berbagai pertanyaan atau punmemberi nasihat
Adalah susah bagi seorang anak untuk berfikir jernih atau berfikir sistematis ketika seseorang bertanya, mencela, atau memberikan nasihat kepadanya.
Contoh Pertama:
A'isyah (4 tahun) merasa kecurian salah satu pulpen merah barunya.
Ibu bertanya : "Apakah A'isyah yakin kalau pulpennya tidak ketinggalan?"
A'isyah menjawab : "Iya, Aku menaruhnya di meja sebelum aku ke kamar kecil."
Ibu : "Apa yang terjadi pada A'isyah, ketika A'isyah meninggalkan barang-barangnya di sini dan di sana? (dan dengan suara tinggi), "Ini bukan yang pertama kalinya, A'isyah sudah berkali-kali menyepelekan hal-hal serupa dari dulu, aku selalu katakan, simpan barang-barangmu di dalam laci meja !!! Tapi, kamu memang tidak pernah mengindahkan nasihat ibu !!!"
Maka, A'isyah pun menangis dan berkata : "Sudah, sudah, biarkan aku sendiri?!".
Contoh Kedua:
A'isyah : "Ibu,.. ada yang mencuri salah satu pulpen merah baruku."
Ibu (dengan penuh kecintaan dan simpati) menjawab : "Benar?"
A'isyah : "Benar, Bu. Tadi aku menaruhnya di meja sebelum aku pergi ke kamar kecil."
Ibu : "Di curi, atauuuuuuuu."
A'isyah : "Ini ketiga kalinya aku kecurian pulpen."
Ibu : "Ah, yang benar?"
A'isyah : "Aku tahu apa yang akan aku lakukan di waktu yang akan datang, aku akan menyimpan barang-barangku di dalam laci meja sebelum aku ke kamar kecil."
Ibu : "Ide yang bagus, wahai puteriku."
Contoh Pertama:
A'isyah (4 tahun) merasa kecurian salah satu pulpen merah barunya.
Ibu bertanya : "Apakah A'isyah yakin kalau pulpennya tidak ketinggalan?"
A'isyah menjawab : "Iya, Aku menaruhnya di meja sebelum aku ke kamar kecil."
Ibu : "Apa yang terjadi pada A'isyah, ketika A'isyah meninggalkan barang-barangnya di sini dan di sana? (dan dengan suara tinggi), "Ini bukan yang pertama kalinya, A'isyah sudah berkali-kali menyepelekan hal-hal serupa dari dulu, aku selalu katakan, simpan barang-barangmu di dalam laci meja !!! Tapi, kamu memang tidak pernah mengindahkan nasihat ibu !!!"
Maka, A'isyah pun menangis dan berkata : "Sudah, sudah, biarkan aku sendiri?!".
Contoh Kedua:
A'isyah : "Ibu,.. ada yang mencuri salah satu pulpen merah baruku."
Ibu (dengan penuh kecintaan dan simpati) menjawab : "Benar?"
A'isyah : "Benar, Bu. Tadi aku menaruhnya di meja sebelum aku pergi ke kamar kecil."
Ibu : "Di curi, atauuuuuuuu."
A'isyah : "Ini ketiga kalinya aku kecurian pulpen."
Ibu : "Ah, yang benar?"
A'isyah : "Aku tahu apa yang akan aku lakukan di waktu yang akan datang, aku akan menyimpan barang-barangku di dalam laci meja sebelum aku ke kamar kecil."
Ibu : "Ide yang bagus, wahai puteriku."
Membantu anak-anak banyak caranya, dengan penuh afeksi(perasaan), empathi( Senasib sepenanggungan ), dan simpati melalui ungkapan-ungkapan singkat, seperti, "Benarkah, ...atauuuuu,....eehh?"
Dan ketika kita membandingkan dengan perhatian dan diam, maka hal itu bisa memotivasi sang anak untuk bisa mencari solusi dengan berfikir dan terus berfikir. Maka hal ini bisa menguatkannya untuk bisa mencari solusi sendiri terhadap masalah yang dihadapinya.
Dan ketika kita membandingkan dengan perhatian dan diam, maka hal itu bisa memotivasi sang anak untuk bisa mencari solusi dengan berfikir dan terus berfikir. Maka hal ini bisa menguatkannya untuk bisa mencari solusi sendiri terhadap masalah yang dihadapinya.
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar