Menurut Kontras, Presiden Yudhoyono harus mendengarkan langsung keluh kesah rakyat Papua.
VIVAnews - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (Kontras) mengimbau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar hadir di Papua saat peringatan Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1 Desember mendatang. Momen itu, menurut Kontras, merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menggelar dialog antara pemerintah dengan OPM.
"Kalau SBY mau fair, dia harus hadir saat peringatan OPM 1 Desember nanti. Saat itu meja dialog dibuka seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat Papua dengan pemerintah pusat. Ini kesempatan emas buat SBY sebagai pemimpin tertinggi di Indonesia," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, hari ini di Kuta, Bali.
Menurut Haris, ruang dialog pasti terbuka lebar bagi rakyat Papua terutama apabila menggunakan momen-momen bersejarah seperti pada hari peringatan OPM. Dialog itu,kata dia, nantinya harus memenuhi persyaratan, termasuk mematuhi protokoler negara.
"Kalau SBY mau fair, dia harus hadir saat peringatan OPM 1 Desember nanti. Saat itu meja dialog dibuka seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat Papua dengan pemerintah pusat. Ini kesempatan emas buat SBY sebagai pemimpin tertinggi di Indonesia," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, hari ini di Kuta, Bali.
Menurut Haris, ruang dialog pasti terbuka lebar bagi rakyat Papua terutama apabila menggunakan momen-momen bersejarah seperti pada hari peringatan OPM. Dialog itu,kata dia, nantinya harus memenuhi persyaratan, termasuk mematuhi protokoler negara.
"Saya yakin, rakyat Papua akan sangat senang bila dialog dilakukan bertepatan dengan momen tersebut, sehingga semua persoalan menjadi transparan, termasuk tuntutan rakyat Papua untuk merdeka. Lebih baik didengar langsung oleh SBY ketimbang disampaikan melalui orang lain yang kemungkinan sebagian besar sudah difilter," tutur Haris.
"Saya yakin rakyat Papua masih waras dan tidak ingin berpisah dari Indonesia sejauh berbagai tuntutan dan keadilan terpenuhi di Papua," lanjut Haris.
Dia mengatakan dialog adalah jalan terbaik untuk penyelesaian masalah di Papua. Namun, kata Haris, yang terjadi saat ini justru pendekatan represif yang dikedepankan oleh pemerintah, yaitu dengan pendekatan keamanan menggunakan TNI dan Polri.
"Bahkan, jelang peringatan HUT OPM, terjadi penambahan personil pasukan ke Papua dari TNI maupun Polri. Ini bukan penyelesaian yang baik bagi masalah di Papua. Penambahan personil pasukan tersebut hanya akan menambah luka batin orang Papua," kata Haris.
Dalam pantauan Kontras, tindak kekerasan di Papua terus meningkat dalam 11 tahun terakhir. Peningkatan angka kekerasan di Papua terbanyak terjadi pada tahun 2011. Pelaku kekerasan terutama dilakukan oleh oknum aparat keamanan baik TNI maupun Polri dengan motif yang sangat beragam mulai dari perebutan lahan bisnis sampai dengan tuduhan makar dan sebagainya. (ren)
Laporan: Bobby Andalan l Bali
Dalam pantauan Kontras, tindak kekerasan di Papua terus meningkat dalam 11 tahun terakhir. Peningkatan angka kekerasan di Papua terbanyak terjadi pada tahun 2011. Pelaku kekerasan terutama dilakukan oleh oknum aparat keamanan baik TNI maupun Polri dengan motif yang sangat beragam mulai dari perebutan lahan bisnis sampai dengan tuduhan makar dan sebagainya. (ren)
Laporan: Bobby Andalan l Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar