Pdt. Benny Giay dan Pdt. Socrates S. Yoman |
JAYAPURA Binpa - Serangkaian aksi kekerasan terus terjadi di Tanah Papua, namun tidak satupun kasus yang berhasil diungkap. Kondisi ini mencerminkan Pemerintah RI terkesan melakukan pembiaran, sekaligus menyuburkan aspirasi Papua Merdeka. “Kekerasan kerap terjadi di Papua, tapi tak ada yang berhasil diungkap. Orang Papua terus dibunuh, namun tidak ada pelaku yang berhasil diproses. Ini semakin menguatkan bahwa kekekerasan itu dilakukan Negara dan berlangsung secara sistematis,’’ucap Pdt. Benny Giay Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua.
Lanjut dia, selain berbagai penembakan terhadap warga Papua, kekerasan lain yang juga dilakukan pemerintah RI, tidak adanya pemenuhan terhadap hak social, ekonomi dan budaya. “Berbagai fakta terhadap kasus yang terjadi di Tanah Papua, pemerintah RI dan TNI cenderung menyederhanakan masalah dan tidak peduli. Dan ironisnya selalu menyelesaiakn masalah hanya dengan stigma politik makar, agar ujung-ujungnya diselesaikan dengan pendekatan keamanan,’’ tegasnya.
Lanjut dia, selain berbagai penembakan terhadap warga Papua, kekerasan lain yang juga dilakukan pemerintah RI, tidak adanya pemenuhan terhadap hak social, ekonomi dan budaya. “Berbagai fakta terhadap kasus yang terjadi di Tanah Papua, pemerintah RI dan TNI cenderung menyederhanakan masalah dan tidak peduli. Dan ironisnya selalu menyelesaiakn masalah hanya dengan stigma politik makar, agar ujung-ujungnya diselesaikan dengan pendekatan keamanan,’’ tegasnya.
Hal ini, sambung dia, semakin menyuburkan aspirasi Papua Merdeka di setiap warga Papua. ‘’Karena Negara dianggap tidak menghargai HAM, orang Papua kemudian semakin kuat nasionalismenya akan kemerdekaan bangsa Papua,’’imbuhnya.
Sementara Ketua Umum Gereja-gereja Baptis di Papua Pdt. Socratez Sofyan Nyoman mengatakan hal senada, bahwa Pemerintah RI telah melakukan kejahatan secara sistematis dan terstruktur. Ini dibuktikan, dengan serangkain aksi kekerasan yang aktornya tidak pernah terungkap dan ditangkap. “Kejahatan Negara di Papua sudah berlangsung sejak lama, dengan merendahkan martabat orang Papua, yakni menembakinya tapi pelaku tak pernah diproses sesuai dengan hokum,’’paparnya. Dengan kondisi seperti ini, ucap dia, Pemerintah RI telah gagal membangun rasa nasionalisme orang Papua sebagai bagian dari Indonesia, tapi berhasil menyuburkan nasionalisme orang Papua akan kemerdekaan Bangsa Papua. “Rakyat Papua sudah kehilangan kepercayaan kepada Pemerintah, dan yang ada hanya keinginan Merdeka, ini dibuktikan dengan berkibarnya ribuan bendera bintang kejora diseantero Papua, 1 Mei kemarin tepat pada peringatan aneksasi Papua ke NKRI,’’ tandasnya. Ia juga menyikapi penembakan terhadap warga sipil yang terjadi pada peringatan 1 Mei. ‘’Negara terus melakukan kejahatan dengan membunuh warga sipil di Papua,’’ singkatnya.
Mengenai solusi atas segala permasalahan Papua, kata dia, harus segera digelar dialog antara Papua dengan Pemerintah RI yang dimediasi pihak ketika. ‘’Jalan keluar dari segala persoalan di papua, hanya dialog,’’tukasnya.
Pemerhati HAM Papua yang juga mantan wakil Ketua Perwakilan Komnas HAM Papua Marius Murib mengatakan, dalam unjuk rasa 1 Mei ada 3 kelompok yang berbeda yang menggelar aksi demo. Massa yang berdemo di Makam Theys H Eluay Sentani , mengaku dari masyarakat orang asli Papua, bukan Komite Nasional Papua Barat, dan 13 orang kemudian ditangkap karena mengibarkan bendera bintang kejora.
‘’Aksi unjuk rasa di Jayapura di bawah komando KNPB. Di Manokwari, Biak, Merauke dan Serui banyak Bintang Kejora berkibar. Di depan Koramil Abepura ada satu mahasiswa atas nama Terjoli Waea tinggal di asrama Tolikara tertembak mati di dalam truk. Diotopsi di RSDH dan dibawa pulang ke Asrama Tolikara.
Di Lapas Abepura, pukul 22.00 Wit, Selpius Bobi dipindahkan paksa dari lapas ke Polda. Diduga melawan, sehingga polisi dari Polsekta Abepura dan Polres datang dan membawanya ke Polda Papua. Kejadian di depan Mako Brimob Kotaraja, warga non-Papua dianiaya dan anggota TNI, belum didalami secara baik,’’terangnya.
Kapolda Papua, lanjutnya, sudah menghimbau agar dalam aksi unjuk rasa tidak mengibarkan bendera bintang kejora. Tapi kenyataan di lapangan, warga tetap mengibarkan bendera. “Kalau hanya menghimbau, tidak akan menghasilkan apa-apa. Mestinya harus Ada langkah-langkah lain,’’imbuhnya.
Penembakan warga di depan Koramil Abepura harus dijelaskan, lagi berdahlil itu dilakukan orang tak dinela. “Ini bukan ditengah hutan, bisa beralasan dilakukan OTK, ini didalm kota dan masih jam 7 malam, jadi harus diungkap siapa pelakunya,’’kata Murib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar