foto ilustrasi ( korban penembakan aparat) |
JAKARTA--MICOM: Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ridha Saleh mengatakan bahwa penegakan HAM di Indonesia masih jauh dari ideal.
Bahkan, ada beberapa kebijakan pemerintah yang tidak melindungi HAM. Ia pun berjanji untuk memaparkan berbagai persoalan tersebut dalam sidang Dewan HAM PBB.
Hal itu diungkapkan Ridha di Jakarta, Minggu (20/5). Namun, kata Ridha, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan sidang Universal Periodic Review (UPR) di Jenewa, Swiss, 23 Mei nanti.
Sidang UPR yang merupakan evaluasi empat tahunan dengan Dewan HAM PBB akan dihadiri oleh negara-negara anggota PBB, menyampaikan laporan dari negara anggota terkait dengan penegakan HAM di masing-masing.
"Tidak ada masalah dengan sidang UPR, itu agenda rutin Dewan HAM. Laporan dari Indonesia akan disampaikan Komnas HAM kepada Dewan HAM. Subtansinya berbagai situasi pelanggaran serta penegakan HAM di Indonesia," ujar Ridha.
Ia mengatakan, Komnas HAM fokus pada tiga isu utama yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir, sejak 2008 tepatnya. Yakni, masalah konflik pertanahan, persoalan masih belum terjaminnya semua kebebasan beragama, serta akan mengangkat kebijakan pemerintah yang dianggap tidak melindungi HAM.
"Ada beberapa isu, konflik tanah, kebebsasan beragama, serta kebijakan pemerintah yang dianggap tidak melindungi HAM. Itu kewajiban Komnas HAM untuk menyampaikan laporan kepada sidang Dewan HAM," ujarnya.
Konflik agraria terus terjadi sampai saat ini. Pada tahun 2008, Komnas HAM mengklasifikasi pelanggaran hak atas tanah ada 692 berkas pengaduan. Pengaduan terus meningkat, di tahun 2010 Komnas HAM mencatat 819 kasus sengketa tanah yang diadukan dari total 6.289 berkas.
Di tahun 2011, dari 4.502 pengaduan ke Komnas HAM. Persoalan sengketa lahan tetap menjadi yang terbanyak diadukan yaitu 738 pengaduan.
Selain itu juga ada masalah dalam kebebasan beragama. Sejumlah persoalan kerukunan hidup antarumat beragama bermunculan, kekerasan dan penyerangan horizontal banyak terjadi karena sikap penegak hukum yang terkesan ragu.
Terkait dengan penyelesaian HAM berat, misalkan Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Peristiwa Mei 1998, Peristiwa Penghilangan orang Secara Paksa, Peristiwa Talangsari dan Peristiwa Wamena dan Wasior.
Hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut telah disampaikan kepada Jaksa Agung guna ditindaklanjuti dengan penyidikan. Bahkan di antara peristiwa tersebut ada yang sudah diserahkan sejak 2002 yang hingga sampai saat ini belum ada yang ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung.
Ridha mengatakan, Komnas HAM akan melaporkan situasi termutakhir mengenai penegakan HAM di Indonesia. Nantinya setelah dilaporkan ke sidang UPR yang digelar empat tahunan tersebut, tentu akan diambil tindaklanjut, terhadap kondisi penegakan HAM di Indonesia.
Rencananya perwakilan dari pemerintah Indonesia yang akan hadir pada sidang UPR pekan depan terdiri dari berbagai kementerian. Yakni Kemenlu, Kementerian Hukum dan HAM, Bappenas, Mabes Polri, Kementerian Agama, serta Kementerian Dalam Negeri. Tim perwakilan itu akan dikomandoi oleh Menlu Marty Natalegawa.
Bahkan, ada beberapa kebijakan pemerintah yang tidak melindungi HAM. Ia pun berjanji untuk memaparkan berbagai persoalan tersebut dalam sidang Dewan HAM PBB.
Hal itu diungkapkan Ridha di Jakarta, Minggu (20/5). Namun, kata Ridha, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan sidang Universal Periodic Review (UPR) di Jenewa, Swiss, 23 Mei nanti.
Sidang UPR yang merupakan evaluasi empat tahunan dengan Dewan HAM PBB akan dihadiri oleh negara-negara anggota PBB, menyampaikan laporan dari negara anggota terkait dengan penegakan HAM di masing-masing.
"Tidak ada masalah dengan sidang UPR, itu agenda rutin Dewan HAM. Laporan dari Indonesia akan disampaikan Komnas HAM kepada Dewan HAM. Subtansinya berbagai situasi pelanggaran serta penegakan HAM di Indonesia," ujar Ridha.
Ia mengatakan, Komnas HAM fokus pada tiga isu utama yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir, sejak 2008 tepatnya. Yakni, masalah konflik pertanahan, persoalan masih belum terjaminnya semua kebebasan beragama, serta akan mengangkat kebijakan pemerintah yang dianggap tidak melindungi HAM.
"Ada beberapa isu, konflik tanah, kebebsasan beragama, serta kebijakan pemerintah yang dianggap tidak melindungi HAM. Itu kewajiban Komnas HAM untuk menyampaikan laporan kepada sidang Dewan HAM," ujarnya.
Konflik agraria terus terjadi sampai saat ini. Pada tahun 2008, Komnas HAM mengklasifikasi pelanggaran hak atas tanah ada 692 berkas pengaduan. Pengaduan terus meningkat, di tahun 2010 Komnas HAM mencatat 819 kasus sengketa tanah yang diadukan dari total 6.289 berkas.
Di tahun 2011, dari 4.502 pengaduan ke Komnas HAM. Persoalan sengketa lahan tetap menjadi yang terbanyak diadukan yaitu 738 pengaduan.
Selain itu juga ada masalah dalam kebebasan beragama. Sejumlah persoalan kerukunan hidup antarumat beragama bermunculan, kekerasan dan penyerangan horizontal banyak terjadi karena sikap penegak hukum yang terkesan ragu.
Terkait dengan penyelesaian HAM berat, misalkan Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Peristiwa Mei 1998, Peristiwa Penghilangan orang Secara Paksa, Peristiwa Talangsari dan Peristiwa Wamena dan Wasior.
Hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut telah disampaikan kepada Jaksa Agung guna ditindaklanjuti dengan penyidikan. Bahkan di antara peristiwa tersebut ada yang sudah diserahkan sejak 2002 yang hingga sampai saat ini belum ada yang ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung.
Ridha mengatakan, Komnas HAM akan melaporkan situasi termutakhir mengenai penegakan HAM di Indonesia. Nantinya setelah dilaporkan ke sidang UPR yang digelar empat tahunan tersebut, tentu akan diambil tindaklanjut, terhadap kondisi penegakan HAM di Indonesia.
Rencananya perwakilan dari pemerintah Indonesia yang akan hadir pada sidang UPR pekan depan terdiri dari berbagai kementerian. Yakni Kemenlu, Kementerian Hukum dan HAM, Bappenas, Mabes Polri, Kementerian Agama, serta Kementerian Dalam Negeri. Tim perwakilan itu akan dikomandoi oleh Menlu Marty Natalegawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar