Perancis Desak Membuka Akses Jurnalis di Papua, Jerman Desak Pembebasan Filep Karma dan Penyelesaian konflik di Papua harus dilaksanakan secara serius dan menempuh jalur dialog, Australia: Meminta Indonesia menjamin perlindungan kelompok2 politik yg selama ini menyerukan aspirasi politiknya secara damai, USA: Prihatin dengan kondisi Papua, dan human rights past abuses, UK: Papua dan Papua Barat ada eskalasi tindak kekerasan dan terus berlanjut, Jepang: Meminta adanya penegakkan hukum dan HAM di Papua serta Papua Barat!
Sidang UPR HAM PBB (foto Kontras) |
Jayapura Baptist Voice-- Universal Periodic Review (UPR) sebagai agenda Sidang HAM PBB yang dimulai hari ini, Rabu (23/5), di Genewa, Swiss, memperlihatkan meski ada negara yang memuji perkembangan HAM di Indonesia, namun hampir 70 Negara menyatakan keprihatinan kekerasan Negara dan kejahatan kemanusiaan serta pelanggaran HAM di Indonesia, terlebih khusus di Tanah Papua.
Amerika Serikat, Jepang, Denmark, Swiss, Perancis adalah sebagian kecil dari negara-negara tersebut. Perancis misalnya, meminta kepada Pemerintah Indonesia membuka akses untuk media dan jurnalism.
Internasional ke Papua. Pemerintah Jerman juga dengan tegas meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk membebaskan Filep Karma dari tahanan politik tanpa syarat dan meminta Pemerintah Indonesia tidak
menyalahgunakan KUHP 106 dam 110.
Sedangkan pemerintah Kanada meminta Indonesia agar menjamin perlindungan para aktivis yg menyampaikan aspirasi politiknya secara damai. Hampir sama dengan Kanada, Australia meminta Indonesia
menjamin perlindungan kelompok-kelompok politik yg selama ini menyerukan aspirasi politiknya secara damai.
Ingggris yang baru-baru ini menyatakan akan memperbaharui perjanjian perdagangan senjatanya dengan Indonesia meminta Indonesia untuk menerima kedatangan Special Rapporteur on Freedom of Religion/Belief & melakukan proses ratifikasi ICC dan OPCAT.
Sementara Timor Leste yang pernah menjadi bagian dari Indonesia menegaskan Indonesia harus membawa para pelaku pelanggaran HAM dari latar belakang militer ke pengadilan. Dan Swiss, negara penyelenggara sidang HAM PBB ini Meminta Indonesia menyelesaikan isu freedom of expression di Papua dan Papua Barat serta penyiksaan terhadap tahanan.
Menanggapi isu Papua yang mencuat di UPR ini, Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua, Socratez Yoman kepada tabloidjubi.com (23/5) mengatakan bahwa dunia internasional melalui lembaga atau badan dunia PBB mulai membuka hati dan mata untuk melihat penderitaan rakyat Indonesia dan rakyat Papua yang mengalami ketidakadilan dan kekerasan serta kejahatan Negara.
"Tidak ada alasan Pemerintah Indonesia untuk menutup pintu akses media internasional dan diplomat asing ke Papua. Sekarang sudah waktunya Pemerintah Indonesia meninggalkan atau berhenti beberbagai bentuk rekayasa dan kebohongan-kebohongan tentang persoalan Papua" (Rev. Socratez Sofyan Yoman.)
Sudah saatnya Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua untuk duduk berunding dan berdialog dalam semangat kesetaraan untuk mengakhiri kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua." kata Yoman.
Lanjutnya, tekanan Internasional ini juga tidak terlepas dari kegagalan Otonomi Khusus sebagai solusi politik tentang masalah Papua. Amanat Otsus seperti perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan mengalami kegagalan tolal dan sebaliknya kejahatan dan kekerasan Negara semakin meningkat dan menyengsarakan penduduk asli Papua.
Lanjutnya, tekanan Internasional ini juga tidak terlepas dari kegagalan Otonomi Khusus sebagai solusi politik tentang masalah Papua. Amanat Otsus seperti perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan mengalami kegagalan tolal dan sebaliknya kejahatan dan kekerasan Negara semakin meningkat dan menyengsarakan penduduk asli Papua.
UPR adalah proses yang melibatkan kajian atas catatan hak asasi manusia dari semua anggota PBB setiap empat tahun. UPR adalah proses di bawah naungan Dewan Hak Asasi Manusia, yang memberikan kesempatan bagi setiap Negara untuk menyatakan tindakan apa yang telah mereka lakukan untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia di negara mereka dan untuk memenuhi kewajiban hak asasi
manusia mereka. UPR ini dirancang untuk memastikan perlakuan yang sama bagi setiap negara ketika situasi hak asasi manusia di negara mereka dinilai.
Sumber: Jubi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar