Add caption |
Bintang-papua JAYAPURA—Implementasi Otonomi Khusus (Otsus) yang diawali tahun 2001 hingga kini ternyata belum efektif atau tak mencapai hasil seperti yang diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. Demikian disampaikan Tim Jurusan Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Drs. Mashuri Maschab SU didampingi Staf Pengacar/Doses masing masing Dr. Rec.Pol. Mada Sukmajati, Longgina Novadona Bayo MA serta Utan Parlindungan S.IP usai membahas masalah Otsus bersama Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magay S.IP di Ruang Komisi A DPRP, Jayapura, Selasa (17/1). Dia mengatakan, datang ke Papua untuk menyaksikan sendiri pandangan orang bahwa Otsus belum efektif atau tak mencapai hasil seperti yang diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.Otsus tak efektif atau tak mencapai hasil seperti yang diharapkan.
“Kami ingin sebelum kami memperoleh atau menyetujui atau sepakat dengan pandangan orang bahwa Otsus tak efektif atau tak mencapai hasil seperti yang diharapkan maka kami harus datang dan melihatnya sendiri,” tandasnya. Dia mengatakan, dari pembahasan tersebut pihaknya menemukan ada banyak masalah yang terjadi membuat Otsus belum efektif atau tak mencapai hasil seperti yang diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. Padahal, pihaknya memandang apapun yang dilakukan oleh pemerintah atau siapapun yang mengaku pemerintah harus bermuara kepada kesadaran masyarakat.
“Jadi kalau pemerintah ngomong apa saja lalu ternyata tak berbuat daripada kesadaran masyarakat itu namanya omong kosong,” tegas dia.
Seperti halnya demokrasi, menurutnya, reformasi itu juga muaranya adalah kesadaran masyarakat karena demokrasi itu tak membuat orang kenyang dan reformasi itu belum tentu membuat orang tidurnya nyenyak karena itu demokrasi dan reformasi yang belum membuat masyarakat sejahtera lahir maupun bathin itu artinya pemerintah belum berhasil.
Kata dia, pihaknya ingin mengetahui sejauhmana Otsus berhasil mensejahterakan rakyat Papua serta hal hal yang perlu dilakukan semua pihak termasuk pemerintah yang mempunya kebijakan agar tujuan pembangunan tak sia-sia.
Dia menjelaskan, kalau Otsus itu ternyata tak memiliki kejelasan kecuali dana dana yang katanya dana Otsus itu sepanjang informasi yang disampaikan sejumlah pihak ternyata tak jelas sosoknya.
“Tapi ketika dilacak yang mana itu yah, itu tak bisa dilacak karena masuk dalam komponen APBD Provinsi Papua. Jadi tak diseplit/tak terpisah,” jelasnya.
Kata dia, alokasi dana Otsus ternyata tak ada kejelasan pengelolaan. Menurut Ketua Komisi A DPRP Ruben Magay S.IP sebagaimana UU Otsus No 21 Tahun 2001 pengelolaan dana Otsus itu dengan pengawasan DPRP itu dalam bentuk Laporan Pertanggungjawaban.
“Jadi Pemerintah Provinsi Papua harus mempertanggungjawabkan kepada DPRP dan itu artinya otoritas DPRP dalam pengawasan itu sangat kuat karena namanya LPJ. LPJ itu kalau ditolak itu mempunya resiko. Ternyata dalam praktik itu yang digunakan dalam pengelolaan anggaran itu yang menjadi keterangan DPRP adalah norma UU 32 Tahun 2007 yaitu Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ),”ungkapnya.
Menurutnya, LKPJ ini namanya saja sudah keterangan yah siapa saja bisa menyampaikan termasuk kalau Gubernur berhalangan dan itu bisa diwakilkan oleh Sekda, diterima Alhamdudillah dan kalau tidak diterima tidak boleh marah. Ini yang dirasakan oleh DPRP sesuatu yang mestinya tak boleh jadi ini yang terjadi dalam pengelolaan.
Diluar itu, tandasnya, pihaknya berpandangan kenapa perlakuan khusus di Papua itu hanya soal anggaran? Padahal masalahnya itu kan bukan hanya soal anggaran itu. Kenapa kemudian sebagaian masyarakat jadi frustasi karena dulu dia abaikan kepentingannya, dan kesejahteraannya diabaikan, pendidikan kurang, kesehatan kurang dan juga perlakuan dianggap tidak adil.
“Itu artinya mestinya Otsus itu kan tak hanya soal dana pembangunan tapi juga pelayanan publik yang lain bahkan yang lebih penting adalah penghargaan terhadap hak-hak warga negara,” tukasnya.
Kita kan selama ini masih bicara tentang yang disebut public service melayani masyarakat dan menempatkan masyarakat itu sebagai pelanggan. Pihaknya berpikir negara kesejahteraan tak seperti itu tak cukup itu harus lebih yaitu memperlakukan masyarakat sebagai warga negara dan bukan pelanggan.
Disitulah kemudian pihaknya memandang Otsus disamping ada persoalan pengelolaan yang belum jelas harus juga ada penambahan ruang tak hanya dimensi fisik dalam arti dana pembangunan.
Katanya, pihaknya juga melihat sangat penting diperhatikan adalah diluar persoalan-persoalan managerial/managemen karena Papua mempunyai persoalan sosiogeorafis yang sangat besar yaitu banyaknya suku-suku yang terpencar diwilayah yang sangat luas sehingga kalau kemudian kita melakukan pengelolaan Otsus itu pada tingkat itu sulit mengakomodir kepentingan dan keragaman masyarakat.
Dengan kata lain, lanjutnya, pihaknya menghimbau perlu dipertimbangkan secara sungguh-sungguh agar Otsus bisa mengakomodir kepentingan daerah. Pasalnya, bila membahas misalnya fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan di Kabupaten Puncak Jaya mungkin sangat berbeda dengan di Kabupaten lainnya misalnya di Biak atau di Serui yang terletak di daerah pesisir. (mdc/don/l03)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar