Sabtu, 31 Desember 2011

What's Next?


HAPPY NEW YEAR 2012


Selamat Tahun Baru~ 
How's your party last night?

Kalau tahun baruan gini pasti yang ditanyakan adalah Resolusi tahun baru atau Kesan tahun lama kemarin. 
Jadi, disini saya pun akan melakukan yg sama. 

Mari kita kilas balik setahun yang lalu

1. Goodreads 2011 Reading Challenge
Tahun lalu saya ikutan Goodreads 2011 Reading Challenge mulai bulan Mei 2011 dan menargetkan 211 buku dalam setahun. Setahun belakangan, dengan tantangan ini saya jadi gila belanja buku. The more the merrier. Bahkan saya jadi rajin ngurusin blog buku ini setelah sebelumnya angin-anginan mau update, yah although I'm a slow reviewer.. I even join Blogger Buku Indonesia's community! And you know what, I was pretty sure I can hit that account. Tapi sayang, rupanya kecepatan menimbun buku ga sememjalan dengan kecepatan baca. Saya rupanya gagal, Saya masih kurang 8 buku lagi dan tahun sudah berganti tanpa mau menanti. Walaupun tahun ini gagal, saya tetep ga kapok ikutan Goodreads 2012 Reading Challenge kok. Cuma target jumlah bukunya aja yg dikurangi, hehe.

2. Join Blogger Buku Indonesia
Punya teman itu selalu menyenangkan. Punya teman sehobi dan bisa diajak have fun bareng itu baru luar biasa. Yah gitu deh rasanya gabung BBI. Rasanya jadi termotivasi untuk baca lebih banyak buku. Jadi termotivasi untuk lebih rajin mereview (yah, meskipun saya tetep lama kalau mereview). Jadi nambah wawasan ttg buku karena tiap orang punya genre favorit yg berbeda, sedikit banyak kita tahu ttg buku-buku kerena yg mungkin bukan our most fave book but we think we could enjoy it somehow! Daan.. tentunya punya temen yg bisa diajak haha hihi terkait masalah buku, which is so much fun! Love you guys!

3. Hosted an Annual Contest
Salah satu upaya saya untuk tetap konsisten dengan blog buku adalah menggelar kontes tahunan. Yang semoga untuk tahun-tahun berikutnya tetap terselenggara dan banyak peminatnya. Tahun-tahun berikutnya tetep kontes mereview kayaknya. Jadi biar makin banyak blogger yang tertarik membaca dan berkeinginan for sharing their thoughts about the books
Hm, sedikit ya kerjaan saya tahun lalu. Tapi saya memang ngga terlalu suka banyak tekanan. Mending dikit tapi fokus dan konsisten daripada banyak tapi keteteran. Iya nggak? (Iya dong, mana koornya, setujui aku!)

Dan sekarang Resolusi Tahun 2012 terkait blog ini dong.. nggak banyak kok

1. Hosting Monthly Giveaway
Iyap. Tiap bulan bakalan ada Monthly Giveaway. Akan saya adakan di awal bulan dan diumumkan pemenangnya diakhir bulan. Dilaksanakan sekitar 2 mingguan gitu deh. Bukunya nggak selalu baru, mungkin buku yang uda pernah saya baca (alias seken, ah gitu aja masa ga ngerti *digampar*) tapi bakalan tetep layak kok. Selain ada motif pengen nyisain space rak buku, saya juga mau apa sih istilahnya.. menyebarkan kebahagiaan bagi para pecinta buku, ordo buntelan, dan penyuka gratisan. Hehe.. doakan aja bisa lancar dan terus ada rejekinya ya, sd so are you with me?

2. Pengen rajin, minimal 4 entry dalam sebulan
Ingat itu kawan, ingat. Empat entry ya, bukan empat review. So, entry tersebut mungkin terkait giveaway doang, atau tetek bengek ga penting ttg buku, bukan entry review seluruhnya. Hehe. You know I'm a slow reviewer. Saya itu moody, gampang kena writer block kalau ga kepepet nature calling atau emergency studies (tugas kuliah maksudnya) saya pasti ga ngoyo banget dan lebih semau gue gitu. Kalau nggak mood yah buat apa nulis, malah ntar hasilnya enggak banget, kasian yang baca, tulisannya amburadul gitu :P

3. Daaan... Ikutan Name In A Book Challenge


Challenge ini di hosting mba Fanda. Udah lama deh pengen ikutan challenge begini yang di hosting orang lokal. Rasanya ga asik aja gitu kan kalau ikutan blogger luar
(a.k.a International) kurang berasa greget lokalnya and sometime you're feeling kind of alienated--alone. So, when mba Fanda bring out this book challange I'm so excited and can;t wait to see how is it going. Wish me luck! Kalau tertarik mau ikutan mampir aja ke Baca Buku Fanda




So that's all for now. Kalau ada yg mau aku tambahin, nanti deh aku edit lagi. Hehe.
Enjoy your holiday!

Tokoh Menggemparkan Indonesia 2011

2011



Dari Nazarudin sampai Sondang Hutagalung




VIVAnews -- Sejumlah nama mendominasi pemberitaan media massa di Indonesia di tahun 2011. Masyarakat tentu tak akan lupa Muhammad Nazaruddin, eks Bendahara Partai Demokrat yang kasusnya membuat heboh, dibumbui drama pelarian, dan "nyanyian" yang membuat merah kuping banyak orang.



Ada politisi yang kepergok melihat video mesum, juga kisah tentang polisi yang jadi selebritis, Norman Kamaru yang diwarnai konflik yang berujung pada pemecatan. Lalu, di penghujung tahun, kita dikagetkan dengan aksi bakar diri mahasiswa Universitas Bung Karno, Sondang Hutagalung di depan Istana Negara.



Berikut daftar nama orang yang menggegerkan Indonesia:



Arifinto



Jumat 8 April 2011, di tengah debat panas dalam sidang paripurna yang membahas gedung baru DPR, muncul pemberitaan yang lebih heboh. Tak ada kaitan dengan rencana gedung mahal para wakil rakyat.



Seorang anggota DPR tertangkap kamera wartawan sedang melihat ke arah komputer tablet yang menayangkan video mesum.



Belakangan, Arifinto, anggota DPR dari Fraksi PKS mengaku sebagai orang yang ada dalam foto tersebut. Namun, ia membantah saat itu sedang menonton video berkategori XXX saat sidang berlangsung.



Ia berdalih tak sengaja. Link video mesum itu didapat dari surat elektronik dari nama yang tidak dikenal. Karena penasaran, ia akhirnya membukanya. Kenapa pengirimnya tidak dikenal tapi surat itu masih dibuka? "Ya itu kan biasa Mas. Banyak sekali email yang masuk," kata anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat VII ini.



Skandal Arifinto juga menjadi perhatian dunia. Situs berita Australia, The West Australian menempatkannya dalam daftar tujuh nama tokoh dunia yang terjerat skandal seks di tahun ini.



Muhammad Nazaruddin



Muhammad Nazaruddin mulai disebut-sebut dalam kasus suap Wisma Atlet SEA Games XXVI pada April 2011. Sejak itu, nama eks Bendahara Partai Demokrat itu mendominasi pemberitaan soal hukum.



Kasus Nazar menjadi menarik gara-gara aksi pelariannya ke sejumlah negara. Menggunakan paspor kerabatnya, ia lari ke Singapura pada 23 Mei 2011. Dia lalu Vietnam, Kamboja, Spanyol, Dominika, sebelum akhirnya tertangkap di kota wisata Cartagena, Kolombia, Minggu malam waktu setempat, 7 Agustus 2011.



Namun, yang paling membuat heboh adalah "nyanyiannya". Nazar menyebut sejumlah nama, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, anggota DPR, juga koleganya di Partai Demokrat.



Sebelum tertangkap di Kolombia, Nazaruddin bernyanyi bahwa sejumlah petinggi Partai Demokrat menerima aliran dana yang berasal dari kasus Kemenpora, termasuk Anas Urbaningrum dan Angelina Sondakh. Baik Anas maupun Angelina sudah membantahnya.



Tak hanya Demokrat, Nazaruddin juga menembak sejumlah petinggi KPK yang dia sebut pernah bertemu dengannya, mulai dari Ketua Busyro Muqoddas, Chandra M Hamzah, M Jasin, dan Haryono Umar. Tudingan juga dialamatkan ke pejabat KPK lainnya yang kemudian memaksa KPK membentuk Komite Etik Komite Etik untuk mengusut hal tersebut.



Nunun Nurbaetie



Seperti halnya Nazaruddin, tersangka dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 ini pada Mei 2011, Nunun Nurbaetie juga memilih kabur ke luar negeri.



Awalnya, ke Singapura dengan alasan mengobati penyakit lupanya. Istri mantan Wakapolri, Adang Daradjatun itu akhirnya ditangkap Interpol dari Polisi Kerajaan Thailand pada Rabu 7 Desember di Bangkok. Pada Sabtu 10 Desember, Nunun dibawa kembali ke Jakarta dan kemudian ditahan di Rutan Pondok Bambu.



Nunun dianggap saksi penting dalam kasus dugaan suap saat Miranda Goeltom terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Miranda sendiri sudah berkali-kali membantah dalam kasus ini.



Dalam kasus ini, sudah lebih 30 anggota DPR dibekuk dan masuk bui. Termasuk mantan menteri yang juga politisi Golkar, Paskah Suzetta, dan Panda Nababan dari PDI Perjuangan.



Norman Kamaru



Awal April 2011, Indonesia dihebohkan dengan kemunculan video "Polisi Gorontalo Menggila", rekaman 30 detik yang memperlihatkan seorang anggota polisi sedang menyanyikan lagu India, "Chaiyya Chaiyya" dengan cara lypsinc alias gerak bibir dengan menyesuaikan lirik lagu.



Pemapilan Briptu Norman Kamaru, yang kini mantan polisi, sempat dipermasalahkan institusinya, Polri, namun berubah sikap dan membuatnya sebagai kampanye untuk melembutkan citra polisi yang sangar-- akibat tekanan masyarakat luas.



Namun, Norman kemudian dihadapkan pada dilema: karir sebagai polisi atau masa depan sebagai artis. Ia lebih condong pada yang ke dua. Berkali-kali Norman terlibat konflik dengan institusinya, gara-gara tak masuk kerja demi syuting atau show.



Setelah surat kemunduran dirinya ditepis atasannya, lalu elalui sidang kode etik di Polda Gorontalo, Selasa 6 Desember 2011, Norman Kamaru resmi dipecat sebagai anggota Brimob. Ia juga tak dibolehkan memakai atribut Polri dan harus menanggalkan embel-embel "Briptu" dalam namanya.



Mirip dengan kehebohannya saat videonya meledak di YouTube, pemecatan tidak hormat Norman tak hanya jadi konsumsi dalam negeri, tapi jadi pemberitaan dunia.



Malinda Dee



Maret 2011, Indonesia dihebohkan dengan kasus penggelapan dana miliaran rupiah milik nasabah bank yang diduga dilakukan Malinda Dee alias Inong Melinda.



Tak hanya menyeret nama bank sekelas Citibank, kasus ini menjadi menarik karena dibumbui gaya hidup perempuan 47 tahun itu yang mewah.



Selain dandanan yang "wah", ia punya koleksi mobil mewah: Hammer H3, satu unit mobil Ferrari Scuderia, satu unit mobil Ferrari California, dan satu unit mobil Mercedes Benz. Juga sejumlah apartemen mahal, meski dibelinya secara kredit.



Uang diduga hasil kejahatannya juga digunakan untuk membiayai hidup suami sirinya, Andhika Gumilang -- seorang artis muda yang dari sisi umur pantas jadi anaknya. Andhika juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.



Saat dipenjara, Malinda sempat menjalani operasi akibat radang payudara yang ia derita. Waktu itu, kontroversi pun mencuat soal siapa yang bertanggung jawab membiayai operasinya itu.



Ruyati



Pedang algojo Arab Saudi mengakhiri hidup Ruyati Binti Satubi, tenaga kerja wanita asal Indonesia, pada 18 Juni 2001. Yang membuat geger, eksekusi dilakukan tanpa pemberitahuan pada negara dan pihak keluarga.



Efek dari pemancungan itu luar biasa, pemerintah dituding tak peduli, demo dilakukan silih berganti.



Namun, hilangnya nyawa Ruyati tak sia-sia. Pemerintah berhasil menyelamatkan TKW Darsem. Menanggapi eksekusi pancung Ruyati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung mengeluarkan enam keputusan. Salah satunya, membentuk satgas khusus penanganan dan pembelaan WNI yang terancam hukuman mati.



Sondang Hutagalung



Aksi mengejutkan terjadi di depan Istana Negara, Rabu 7 Desember 2011. Sambil berlari, seorang pria tiba-tiba menyiram tubuhnya dengan bensin dan menyulut api.



Sosok itu lantas tergeletak dengan luka bakar parah, hingga 90 persen. Belakangan diketahui, pelaku bakar diri adalah Sondang Hutagalung (22), mahasiswa Universitas Bung Karno. Tiga hari kemudia, pada Sabtu 10 Desember 2011 petang, ia dinyatakan meninggal dunia.



Sejumlah spekulasi soal mengapa Sondang bakar diri merebak. Para aktivis menyatakan, apa yang dilakukannya bukan karena stres. Sondang tidak gila.



Apalagi Sondang dikenal aktif mengikuti aksi demonstrasi korban pelanggaran HAM. Aksinya mengingatkan pada peristiwa yang terjadi 11 Juni 1963. Kala itu, seorang biksu aliran Mahayana asal Vietman, Thich Quang Duc membakar diri di tengah persimpangan padat di Kota Saigon -- sekarang Ho Chin Minh City.



Angelina Sondakh



Semua orang ikut berduka ketika perempuan ini kehilangan suaminya, Adjie Massaid, Sabtu 5 Februari 2011.



Namun, hanya sekitar dua bulan berlalu, cobaan kembali mendatangi Angelina Sondakh. Angie -- nama akrabnya -- dikait-kaitkan dengan kasus suap Wisma Atlet SEA Games. Namanya juga kerap disebut dalam sidang perkara tersebut. Oleh dua terdakwa: Nazaruddin dan Mindo Rosalina Manulang.



Di tengah kasus hukum yang menyeretnya, kisah kasih Angie juga jadi perhatian publik. Sempat digosipkan dekat dengan Mudji Massaid, adik dari mendiang suaminya, belakangan politisi Demokrat itu dikabarkan menjalin kasih dengan seorang penyidik KPK, Kompol Raden BS.



Sumber dari • VIVAnews

Jumat, 30 Desember 2011

Church leader in Papua, the Government of the Most Responsible for Papua conflict

Baptist church leader Socratez S. Yoman (foto-sbp)

Jakarta, The leaders of the churches in Papua declared independence and sovereignty of the region already crystallized related to the systematic violence that still occurs in the territory of Papua and the left by Jakarta.

It was mentioned by four church leaders in Papua when he met President Susilo Bambang Yudhoyono on Friday last week.

They are the Chairman of GKI Synod Jemima M. Krey, Chairman of the Synod Kingmi Benny Giay, Chairman of the Board waiter Center Baptist Fellowship of Churches in Papua Socratez Sofyan Yoman and Chairman of the General Assembly (the National Synod) Bible Christian Church of Indonesia Martin Luther Wanma.

The four were delivered letter entitled Baby Handling Nationalism (Separatism) Papua As a result "Forced marriage" Jakarta - Papua: New York As the Sower and the Seed Users Papuan separatism.


In a letter obtained by Businesses, they declared independence and formed Papuan nationalism due to violence by Jakarta.

"With the Papuan nationalism that has been built a long time and triggered by a variety of systematic violence and injustice, then we Papuan churches convey to the President that the Papuan people's desire for independence and sovereign has been crystallized," says Jemima at the meeting.

The meeting was conducted in the library at the residence of the President, accompanied by Vice President Boediono and several ministers of United Indonesia Cabinet volume II.

Jemima said that in order to address nationalism babies born in the context of government who faced violence, gereha leaders in Papua have Church leaders issued a Joint Communique on January 10, 2011 and the Declaration of Theology on January 26, 2011.

In essence, they claimed that the construction by the government of Indonesia has failed to native Papuans, except give birth and nurture the aspirations of Papuan independence.

In addition, said Jemima, the Jakarta government had no intention to break the chain of violence that occurred there.

Therefore, he continued, Papuans asked the government to open up to hold an inclusive dialogue without conditions, fair, dignified and comprehensive with the people of Papua, with mediated by a third party.

"In order to dialogue in question, we urge the President to immediately stop the Operation Completed Matoa 2011 which was held in Paniai from the date of December 12 that killed 14 people, injuring dozens more and burn the villages," said Jemima.

In addition, church leaders also wanted the central government to withdraw troops from Papua non-organic, free political prisoners; and Revoking Government Regulation no. 77/2007 on regional emblem which prohibits the use of symbols nuanced separatists in Aceh, Maluku and Papua.

They also assess the agenda of the Papua Special Autonomy has been running and UP4B which will run the government of Indonesia is a unilateral work done without the participation of the people of Papua. (Ea)

Mimpi Usut Tuntas Pelanggaran HAM Papua Jalan Ditempat

Jayapura |Acehtraffic.com  - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [Kontras] mengaku sangat kecewa terhadap Presiden SBY yang tak kunjung menjalankan komitmen politik untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu. Demikian disampaikan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [Kontras] seperti yang dilansir Papuapost, Kamis [29/12] kemarin.

Sepanjang tahun 2011, perubahan yang diharapkan korban tentang adanya penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM berat masih jalan di tempat. ‘’Pemerintah masih menolak pertanggungjawaban pelanggaran HAM dimasa lalu, dengan terus menerus mengingkari Konstitusi (UUD 1945), mengabaikan konsensus nasional sebagai mandat reformasi, dan menutup mata atas kewajiban internasionalnya,’’ katanya.

Ketidakmuan negara untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu terus berulang dari tahun ke tahun. Jaksa Agung baru, Basrief Arief tak kunjung melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang telah diserahkan oleh Komnas HAM dengan berbagai alasan yang dipolitisasi. Akibatnya, berbagai kasus pelanggaran HAM yang berat, diantaranya kasus Trisakti, Semanggi I dan II (1998 dan 1999), Mei 1998, Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Talangsari 1989 dan Wasior-Wamena, Papua (2001 dan 2003) masih mandek di Kejaksaan Agung.

Sikap Kejaksaan Agung ini, justru diperkuat dengan sikap Presiden yang mengabaikan rekomendasi DPR tahun 2009 atas penyelesaian kasus Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998, diantaranya membentuk pengadilan HAM adhoc, mencari para korban yang masih hilang dan melakukan rehabilitasi kepada para korban dan keluarganya.

Rekomendasi Komnas HAM untuk pemberian Surat Keterangan Status Korban Penghilangan Paksa bagi 13 korban yang masih dihilangkan hanya satu-satunya upaya yang dilakukan. Hal ini harus menjadi acuan bagi pemerintah untuk segera melakukan pencarian korban yang masih hilang untuk menjamin kepastian hukum dan pemulihan bagi korban dan keluarga korban.

Di sisi lain, Komnas HAM juga masih berhutang kepada Korban dan keluarga Korban peristiwa 1965/1966 karena tak kunjung menyelesaikan penyelidikan yang telah berjalan selama 3 tahun terakhir ini. Terbukanya kebenaran dan rehabilitasi nama baik menjadi harapan bagi Korban yang didiskriminasi secara politik oleh Negara selama lebih dari 40 tahun.

Sementara, penyelesaian pelanggaran berat HAM di Papua dan dan Papua juga tidak menjadi prioritas pemerintahan, meskipun telah ada UU Otonomi Khusus Papua dan UU Pemerintahan Aceh yang memandatkan adanya Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di dua wilayah khusus ini. Akibatnya, kekerasan dan pelanggaran HAM masih terus berlangsung di Papua, sementara pemenuhan terhadap hak korban Aceh terus diabaikan.

Di tengah kemandekan proses hukum penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat, Presiden justru mendorong suatu insiatif penyelesaian diluar jalur yang disepakati sebagai konsensus nasional. Presiden membentuk Tim Kecil Penangangan kasus Pelanggaran HAM berat dibawah kordinasi Menko-Polhukam, Djoko Suyanto yang terdiri dari Komnas HAM, Wakil Kemenko Polhukam, Kementrian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional, Kejaksaan Agung, Mabes TNI, Mabes Polri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perhutanan, Kementrian BUMN, KemESDM, KemPU.

Mandat kerja tim ini adalah "mencari format terbaik penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu"dan konflik SDA agar tidak berlarut-larut. Presiden juga mengangkat Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana yang menyatakan komitmennya untuk penyelesaian masalah HAM masa lalu sebagai bagaian dari percepatan program pemerintah dalam tiga tahun ke depan.

‘’Mulanya, kami menganggap respon dan komitmen Presiden ini dapat menjadi upaya untuk memperkuat institusi terkait untuk menjalankan penyelesaian komprehensif terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM berat dengan mengacu pada prinsip hak-hak korban atas keadilan, kebenaran, pemulihan, dan jaminan ketidakberulangan, dan mengacu pada supremasi hukum,’’ katanya.

Meski demikian, hingga akhir tahun tim hanya merespon dan menampung masukan dan harapan dari komunitas korban dan melakukan kegiatan kunjungan ke korban Talangsari, pertemuan dengan Korban Tanjung Priok dan korban Semanggi I serta melakukan kunjungan ke Kupang untuk melihat kondisi pengungsi eks Timor-Timur. Belum juga ada kejelasan tentang "format terbaik penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu", sebagaimana mandat yang diberikan.

Pada tahun 2012, akan terus terjadi tarik menarik politik nasional yang berpengaruh pada pertarungan politik HAM, khususnya bagi penanganan peristiwa pelanggaran HAM masa lalu. Proses transisi menghasilkan bangunan struktur kekuatan politik yang tidak sepenuhnya terpisah dari regim sebelumnya, dan menyertakan realitas bahwa banyak kekuatan-kekuatan dan elemen dari regim sebelumnya masih turut serta dan mencoba untuk mengambalikan kekuasaan.

Situasi ini akan semakin mengkhawatirkan jika Presiden tidak mengambil tindakan tegas dan nyata untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu sebagai upaya untuk melangkah maju di masa depan.

Untuk para korban pelanggaran HAM mendesak Presiden SBY, menjalankan kewajiban konstitusionalnya untuk menegakkan negara hukum, dengan memerintahkan seluruh institusi dan lembaga negara untuk memastikan adanya proses hukum yang adil terkait dengan pelanggaran HAM masa lalu; memenuhi hak-hak warga negara, khususnya para korban, dengan melakukan pemulihan kesetaraan hak-hak sebagai warga negara, dan hak-hak lainnya sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945.

Melaksanakan UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, untuk membentuk pengadilan HAM atas berbagai peristiwa yang telah selesai diselidiki oleh Komnas HAM. Melaksanakan Ketetapan MPR No. V tahun 2000, yang memandatkan adanya proses pengungkapan kebenaran tentang pelanggaran HAM masa lalu, pencapaian keadilan dan pemulihan bagi para korban.

Memerintahkan tim Menkopolhukam untuk mendorong, memfasilitasi dan membuat kebijakan format penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, melalui pengakuan dan permintaan maaf resmi (official) kepada korban dan keluarga korban atas terjadi Pelanggaran HAM di Masa Lalu, Peningkatan akuntabilitas penegakan Hukum demi terselenggaranya kepastian hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Perwujudan keadilan restoratif melalui upaya-upaya pemulihan harkat dan martabat kehidupan para korban.Jaminan adanya pencegahan keberulangan di masa depan melalui penghapusan kebijakan yang diskriminatif, serta langkah-langkah lain yang diperlukan. | AT | PP |

Pemerintah Segaja Memelihara Konflik Papua


 "Kenyataan rill di papua terus terjadi dan diabaikan maka saya yakin pemerintah akan menyerahkan papua sebagai Negara berdaulat tanpa pertempuran" Oleh, Turius wenda 

Turius wenda (foto SBP)
Sejak tahun 1960-an sampai saat ini konflik papua tidak kunjung usai, pembantaian, penembakan, Penangkapan semena-mena, diskriminasi, pelanggaran HAM, dominasi dan banyak kasus lainnya telah menjadi kenyataan rill sehari-hari di papua, rakyat papua-lah yang paling dominan menjadi korban, tidak ada itikat baik oleh para  berkompeten mencari solusi untuk menghakiri semua kasus konflik  di papua.

Kita baru saja melihat kasus 17-20 Oktober 2011, saat rakyat papua mengelar kongres III, Aparat gabungan TNI/POLRI dengan kekuatan peralatan perang telah bubarkan paksa, akibatnya rakyat papua tidak luput dari serangkaian aksi brutal ini, dan telah menewaskan setidaknya 6 orang (sesuai laporan komnas HAM). dan juga aksi mogok di PT. Freeport telah menelan 3 oarng korban akibat kebrutalan aparat keamanan.


Pemerintah Jakarta menganggap papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI (Harga Mati), namun dari kondisi riil di papua perlu dipertanyakan itikat baik pemerintah. kalau memang papua bagian dari NKRI kenapa Jakarta tidak peduli dengan konflik berkepanjangan di papua?,

Para intelektual papua selalu menyuarakan agar persoalan papua harus diselesaian melalui jalan dialog damai jakarta-papua. ide dialog ini telah di dorong oleh lembaga LIPI Indonesia dibawah coordinator Muridan W, bersama Jaringan Damai Papua (JDP) Pastor Neless Tebay, namun jakarta selalu menolaknya dan tidak menanggapi secara serius.

Status papua saat ini diberlakukan Daerah otonomi khusus sesuai UU RI nomor 21 tahun 2011 tentang otonomi Khusus bagi provinsi papua. Pemerintah menganggap otsus solusi final (win-wing Solution), namun selama 10 tahun implementasi dari Otsus ini tidak ada tanda-tanda keberhasilan alias gagal.

Protecsi terhadap orang papua kenyataan tidak, semua sector di dominasi oleh para migram (pendatang), sehingga orang asli papua di marjinalkan di atas tanahnya sendiri.
Kita melihat subtansial otsus sendiri sebenarnya adalah hasil kompromi politik, karena saat itu papua minta merdeka sehingga pemerintah menawarkan otonomi khusus. sebenarnya otsus bukan solusi kesejahtraan tapi solusi politik, Jakarta dan pemerintah provinsi berfikir bahwa otsus identik dengan uang sehingga dengan nilai triliunan rupiah itu yang menyebabkan konflik karena uang adalah akar segala kejahatan.

Solusi melalui jalan dialog adalah jalan terbaik yang ditawarkan namun kebijakan Jakarta selalu melenceng dengan aspirasi rakyat papua. Jakarta mengatur papua dengan kemauan dan pikiran mereka sendiri (tidak aspiratif).

Jika pemerintah tidak serius dan mengabaikan konflik papua terus terjadi, maka tidak tertutup kemungkinan pemerintah Indonesia akan menanggung konsekuensi. walaupun konflik papua adalah masalah dalam negeri tapi NKRI tidak bisa luput dari tekanan internasional. pemerintah jangan menganggap NKRI Negara berdaulat, bias saja Indonesia dibawa pada furum perundingan.

Dari kondisi dan kenyataan rill di papua terus terjadi dan diabaikan maka saya yakin pemerintah akan menyerahkan papua sebagai Negara berdaulat tanpa pertempuran, karena di dunia politik tidak ada harga mati, kita belajar dari kasus Kosovo, sudan, mesir dan lain-lain.

Penulis: Staf Penelitian dan Pengembangan (Litbag) Sinode Badan Pelayan Pusat -  Persekutuan Gereja – Gereja Baptis Papua (PGBP), Ketua Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (BPP-FGPBP),
e-mail: turiuswenda_84@yahoo.com

Kamis, 29 Desember 2011

Indonesia Government Not Serious Human Rights Violations Complete Weight



JAKARTA, kompas.com The Commission for Disappearances and Victims of Violence (Contrast) rate during the year 2011, the government, especially President Susilo Bambang Yudhoyono has not seriously carry out its promise to resolve past violations of human rights violations. Until now there is no clarity regarding the settlement of numerous cases of human rights violation which is still stuck in the Attorney General.

"We express deep disappointment to the President that never run a political commitment to resolve cases of gross human rights violations in the past. During the year 2011, changes in the expected casualties on the settlement of various cases of gross human rights violations are still roads in place," said Deputy Coordinator contrast, Indria Fernida in Jakarta, Thursday (12/29/2011).

Earlier, President Yudhoyono in mid-November and then form a small team handling cases of severe human rights violations. The team that has the mandate to find the best format for resolving cases of gross human rights violations of the past was led by Coordinating Minister for Political, Legal and Human Rights Djoko Suyanto, along with a number of related Ministry.

According to Indria, some parties felt that team building is a good step to run the government on the completion of a comprehensive settlement of past gross human rights violations. However, during the year 2011 there is no meaningful effort of the team formation.

"Until the end of the year, the team only responds to and accommodate community input and expectations of victims and undertaking visits to victims Talangsari, meeting with victims and victim's Tanjung Priok Semanggi I and a visit to Kupang to see the condition of former East Timorese refugees," said Indria .

Therefore, Indria expect, President Yudhoyono can handle a number of cases of serious human rights violations. Moreover, he considered, in 2012 will continue the pull of national political influence on the political struggle of human rights, especially for the handling of past human rights violations.

"And this situation will be more worrying if the President did not take decisive and concrete action to resolve cases of gross human rights violations in the past in an effort to move forward in the future. The president also should urge the Attorney General to resolve this issue," said Indria.

As reported, a number of cases of human rights violations is still running in place. Some cases include cases Semanggi I and II (1998 and 1999), May 1998, Abductions and enforced disappearances from 1997 to 1998, 1989 and Talangsari Wasior-Wamena, Papua (2001 and 2003).

Chairman of the National Commission on Human Rights (Komnas HAM) Ifdal Kasim in Jakarta, Tuesday (16/11/2011), although some admit Komnas HAM investigation into allegations of human rights violations in the past have done and given recommendations, but when it will be upgraded to the investigation always meet obstacles. He said the Attorney General did not want to follow up the investigation of alleged human rights violations in the past because there is no ad hoc human rights court. Meanwhile, to establish an ad hoc human rights court should be based on Law No. 26/2000 where there should be a recommendation from the House to the President.

SBY handling of human rights violations disappointing: Kontras

Many victims and their family members of human rights violation cases expressed their disappointment in the way President Susilo Bambang Yudhoyono’s (SBY) administration has handled human rights violation cases.

“We are deeply disappointed with President SBY, who did not deliver on his political commitment to resolve past gross human rights violation cases,” Indria Fernida, deputy coordinator of the Commission for Missing Persons and Victims of Violence (Kontras) said as quoted by tribunnews.com on Thursday.

Kontras gathered victims of gross human rights violations and their families during an event titled the “Year End Message from Human Rights Violation Victims” at its office in Jakarta.


“Cases of gross human rights violations such as Trisakti, Semanggi I and II (took place in 1998-1999 respectively), the May 1998 incident and the kidnapping in 1997-1998, Talangsari, and Wasior-Wamena of Papua (2001-2003 respectively) are all stuck at the Attorney General’s Office (AGO),” said Indira.

In the midst of uncertain legal processes regarding those human rights cases, the president has even encouraged non-legal settlements, such as a national consensus.

Shootings probe as Australian miner stops work in Indonesia

Witnesses say Indonesian police shot dead two protesters at point blank range as they fled a fusillade of bullets as authorities broke up a blockade against gold exploration activities undertaken by an Australian-owned mining company.
Sydney-based Arc Exploration announced yesterday it had stopped its exploration work at the concession on the Indonesian island of Sumbawa amid an investigation by the country's human rights watchdog to ascertain, among other things, whether the company had paid the police.

A spokesman for the company said no payments or other benefits had been given to police ''to my knowledge'' and that Arc Exploration held all the permits necessary for its work.

According to a detailed account of the incident by the Indonesian environmentalist group Walhi, about 700 police attacked 350 protesters ''without any prior warning shots'' at Sape port near Bima on Christmas Eve.
''The civilians then ran [and] scattered without fighting. The running civilians were still being shot at,'' according to Walhi's account, which it said was based on witness testimony.

Arief Rahman, a local farmer was killed. So, too, was his cousin Saeful, who was carrying the wounded Mr Arief when he was felled. Wahli and its campaign manager, Teguh Surya, said the grievances of locals came because ''it is well known gold mining will leave behind a toxic lake, a big hole in the ground and the land will then be unusable,'' he said.

In addition, Mr Teguh said, a spring used by nearby farmers would be contaminated once the actual mining began. ''The farmers would prefer that the land remained productive for their future,'' he said.

The Australian Greens have called on the Federal Government to investigate the activities of Arc.
Greens acting leader Christine Milne said there were ''legitimate questions'' for the company to answer.
Senator Milne drew links between Arc and two other companies - Newcrest Mining and Freeport.
The senator said Arc employed John Carlile as managing director because of his experience with Newcrest Mining operating in Indonesia. She said Newcrest admitted in 2004 it had paid Indonesian security forces to manage its site in Indonesia.

She also said an Arc board member was from Freeport, operator of a controversial mine in West Papua that had a similar relationship with the security forces there. with AAP

Secercah harapan bagi Kemerdekaan Papua Barat

Oleh Ricky Binihi

Tidak akan ada istirahat dan ketenangan di Papua Barat sampai saudara dan saudari Vanuatu Melanesia  diberikan kebebasan bagi mereka.
This source:http://www.freewestpapua.org/news/
Biarkan kebebasan berdering pesan di puncak gunung Papua Barat di mana gerilyawan OPM beroperasi dan ke jalan-jalan Jayapura mana Polisi Indonesia sistematis penyiksaan Melanesia.
Itu adalah pernyataan para pemimpin Vanuatu dan Papua Barat Dewan Nasional untuk Pembebasan dan anggota Dekolonisasi Papua Barat yang baru dibentuk ingin beresonansi di semua kota di negara-negara Kelompok Spearhead Melanesia dan Jakarta.


Pemimpin Vanuatu dan Papua Barat Pembebasan pemimpin telah sepakat untuk melakukan perjuangan mereka sekarang penentuan nasib sendiri 'kehormatan martabat  dan disiplin'.
Didorong oleh pernyataan Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon, pemimpin dan rakyat Vanuatu, Papua Barat Nasional Koalisi Nasional untuk Pembebasan pada tanggal 16 Desember membentuk Komite Dekolonisasi Papua Barat.

Kepala WPNCL di Vanuatu Mr Andy Ayamiseba mengatakan tujuan Komite adalah untuk berkonsentrasi pada petisi kepada Komite Dekolonisasi PBB untuk kembali prasasti-Papua Barat dalam rangka agar bisa diberikan karena proses dekolonisasi, yang merupakan strategi alternatif untuk memecahkan konflik politik lama di Papua Barat.
Bahwa strategi yang digunakan oleh para Bapa Kemerdekaan Vanuatu di akhir 70-an untuk meyakinkan PBB bahwa New Hebrides bukan bagian dari Prancis dan Inggris. Akhirnya London menyerah pada menangis untuk kebebasan, diikuti oleh Paris.
Keanggotaan Komite akan terdiri dari para Pemimpin dan politisi Vanuatu WPNCL terkemuka termasuk mantan Kepala Negara dan Perdana Menteri.
Keanggotaan biasa dan keuangan akan dibuka untuk pejabat dan orang-orang dengan keahlian dari negara lain.
Wakil Ketua WPNCL, Dr John Ondawame mengatakan pembentukan Komite adalah respon kita terhadap kekerasan tidak pernah berakhir yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Indonesia di Papua Barat.
"Terlepas dari permohonan oleh orang-orang kami dan dorongan oleh masyarakat Internasional untuk dialog damai, bagaimanapun, pertumpahan darah dan penderitaan masih berlanjut di Papua Barat. Kami menyerukan kepada seluruh rakyat Papua Barat untuk bersatu dalam mendukung upaya-upaya diplomatik, "kata Ondawame.

Aktivis hak asasi manusia Ms Paula Makabory mengatakan karya panitia dapat mendorong Indonesia untuk menghentikan kekerasan dan menyelesaikan masalah secara damai. Dia percaya bahwa hanya damai Papua Barat akan memungkinkan orang untuk berpartisipasi penuh dalam pembangunan.
"Pembentukan Komite Hadiah Natal untuk, perempuan dan laki-laki anak-anak Papua Barat," katanya
Sekretaris Jenderal WPNCL, Mr Rex Rumakiek mengatakan pembentukan Komite menegaskan kembali Sekretaris Jenderal PBB bersaing bahwa Barat Papua adalah masalah kepedulian Dekolonisasi dan tempat terbaik untuk untuk itu yang akan dibahas adalah Komite Dekolonisasi PBB.

Mr Ayamiseba mengatakan pembentukan Komite menempatkan RUU Wantok disahkan di Parlemen pada tanggal 19 Juni 2009 di tindakan.
Seorang mantan Perdana Menteri Vanuatu yang bersama-sama dengan Bapa Walter Lini akhir menempatkan Vanuatu pada Daftar Dekolonisasi mengatakan "ini adalah yang ideal paling mulia dan paling Vanuatu bisa lakukan untuk mengakhiri penderitaan di Papua Barat."

Tiga hari setelah Komite didirikan di Vanuatu, Perdana Menteri Sato Kilman menandatangani Perjanjian Kerjasama Pembangunan dengan Indonesia mengakui Papua Barat sebagai bagian integral dari Indonesia.
Tapi semua orang di Vanuatu, termasuk mayoritas menteri Kilman dan Dunia tahu bahwa Papua Barat tidak pernah bagian dari Indonesia. Act of Free Choice 1969 yang diselenggarakan oleh PBB di mana hanya 1025 orang yang dipilih oleh Militer Indonesia untuk berpartisipasi dalam adalah scam.

Sekarang hanya PBB dapat membatalkan salah mereka yang mengapa Papua Barat Komite Dekolonisasi didirikan di sini sehingga dapat permohonan Komite Dekolonisasi PBB untuk tulisan ulang dari Papua Barat.

Rabu, 28 Desember 2011

Seniman Angkat Masalah Papua Dalam Lukisan Berjudul Mantaris PBB 1947

Pelukis (foto Jubi)
JUBI--- Merauke Integrated Food dan Energy Estate (MIFEE) merupakan salah satu dari penggenapan agenda Amerika dan Indonesia untuk  mengeruk  habis kekayaan alam di dalam perut bumi Papua.Untuk itu seniman lukis asal Papua mencoba mengangkat masalah sumber daya alam ke dalam sebuah lukisan yang dipamerkan di depan gedung Budaya di Kota Jayapura.

“Kita jangan kaget perusahaan MIFEE itu sudah menjadi agenda pencurian kekayaan alam Papua sejak tahun 1947,”ujar Menas Komunepai seniman lukisan yang  menyelaskan lukisannya yang diberi judul "Mandataris PBB 16 Juli 1947."


Lukisan yang dijelaskan itu bukan suatu lukisan tanpa referensi catatan sejarah. Menas mencoba memberikan penjelasan kepada para pengunjung dan pendengar agar membaca juga buku-buku mengenai sejarah Papua. Salah satu yang dirujuknya buku Pdt. Socrates Sofyan Yoman dan Seltius Wonda.

“Kamu bisa membaca MIFEE ini suah menjadi agenda Amerika Serikat dan Indonesia. Baca itu pada buku Socratez dan Selfius Wonda. Buku "Jeritan Anak Bangsa di Halaman 47 menjelaskan agenda ini, ”tegasnya.
Wonda memang mencatatnya bahwa semua pengelolaan sumber daya alam Papua ini di latar belakanggi oleh keikut sertaan Amerika Serikat. “Semua kebijakan di Papua memang dilatar belakanggi oleh rencana Amerikan untuk turut mengelolah kandungan kekayaan alam Papua Barat,”katanya.

Pengenapan itu juga terwujud dalam aksi sejumlah perusahaan yang beroperasi di Papua. Perusahaan tembaga di Timika, LNG tanguh di Kabupaten Teluk Bintuni, perusahaan minyak  Sele di Sorong dan sejumlah perusahan Kayu, perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Papua.

Dengan pengerusakan hutan yang ada, Menas membuat satu pertanyaan untuk pemerintah yang merusak alam Papua ini. “Kemana dan kepada siapa pemerintah menjual Co2 Papua?”katanya.

Ia mengatakan orang Papua tidak mengetahui semua yang menjadi rencana pemerintah untuk mengambil kekayaan alam Papua. "Saya baru tahu kalau itu bagian dari rencaca pemerintah dari dulu,"ujar Leo salah seorang warga yang turut menyaksikan pameran dan penjelasan dari pelukisnya.(Jubi/Vosxpapua)

Pekey: Paniai The tense situation!

Oktovianus Pogau (ft Prbd)
PAPUAN, Jayapura --- Military Operations with a password of "Operation Completed Matoa 2011" held in Paniai regency, Papua, from the date of December 13, 2011 will continue to be held - until now.
In fact, some civilians in Paniai reported tensinya increasing, and TNI / police action was even more brutal.
Many civilians have been victims of such operations. 14 civilians were reportedly killed. Dozens of other civilians were wounded. Dozens of homes burned civilians TNI / police.
Thousands of civilians have fled from Paniai since the military operation took place. There are to Nabire, Dogiyai, Deiyai, even to Timika. However, there also choose to survive in Paniai despite fear.


Oktovianus Pekey, one of the religious figures in Paniai, this afternoon, Wednesday (28/12) reported, in an atmosphere of Christmas, Paniai situation is not getting better, but the more worrying.
"Since the date December 24 nights, complete with weapons Brimob have been the homes of civilians, and broke down the door of their home, and asked for the whereabouts of TPN / OPM."
In fact, continued Okto, they were civilians who did not know anything about the existence of the TPN / OPM is the Mobile Brigade officers.
In addition to asking the existence of TPN / OPM, Brimob also brutally shot gardens owned by civilians, pigs, and cause excessive fear.
"That shot such as banana trees, sugar cane, taro plant, pigs that would in barapen at Christmas, and what items are there around the houses."
Okto explain, for fear, there are no people living in Paniai, especially in three villages near the headquarters Eduda, Paniai.
"Police Mobile Brigade sweep every night without a cause and effect, this would cause fear among the people," he explained.
Okto added, when a meeting between Muspida and community Paniai in the title on December 20, 2011 and then, he has requested that the police chief and commander of the Mobile Brigade can limit the space for his often disturbing civilians.
"I was asked Kapolsek and Mobile Brigade Commander may limit the space for their subordinates, because of course people fear to see them."
However, Okto said, to date there is no response, and instead they act more brutal again.
"This afternoon there is a helicopter used to monitor the situation around Paniai, and until well into the headquarters Eduda. In fact, already a few days ago has not used, "said Okto.
Seeing there are helicopters circling in Paniai, certainly raises more questions for the citizens of Paniai.
"We are still monitoring the situation here," said Okto.
Some time ago, in a variety of media, Paniai Regent, Naftali Yogi S. Sos has declared the situation in Paniai safe and conducive.
However, we can see the situation differently. The situation is very, very mengkahwatirkan Paniai, and it can be said in emergency conditions.
Regent's comments are widely blamed as public deception aka "deceptive" because of facts that occurred in the field is quite different.Oktovianus Pogau Blog thepapuan

Senin, 26 Desember 2011

Buctar: FUI berjihat di papua, Kami juga Siap berjihat


Buctar Tabuni Ketua KNPB (Foto sbp)
Jayapura,  Buctar Tabuni, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB), kami di papua siap berjihat   apabila Forum Umat Islam mau berjihat di papua. hal itu disampaikan lewat via seluler, saat menghubungi SBP papua, selasa, 27/11.
 
Tabuni menambahkan, mereka (FUI) itu gila dan Statement sangat diskrimunatif  terhadap umat minoritas di Indonesia khususnya di papua.

Dia berharap pemuda kristen di papua harus menanggapi ini agar rencana jihatan tidak terjadi papua, kalaupun terjadi di papua maka akan berakibat konflik agama (Sara), ujarnya.

Senada juga di sampaikan salah satu anggota pemuda baptis papua Iche Morib, Bahwa mereka FUI hanya mencari sentasi dan perhatian public sehingga tidak perlu menanggapi terlalu berlabihan, ujarnya.


Morib tambakan, Perjuangan kita harus focus dan para generasi muda papua jangan tervorfokasi isu sara seperti ini.

Dia berharap pemuda islam di papua harus menolak statement yang penuh provokatif dan tidak mendasar ini.
Tanggapan ini atas dasat statement FBI di media okzone beberapa waktu lalu bahwa Forum Umat islam siap berjihat di papua oleh Ketua Dewan Penasehat FUI Habib Rizieq Shihab dan muhaman.

Konflik papua terjadi berakibat perbedaan ideology dan sejarah integrasi yang penuh controversial.
Para tokoh papua bersama pemerintah sedang berupaya mencari formula terbaik atas penyelesaian kasus papua, sehingga statement ini sangat bertolak belakang dengan pendekatan solusi damai konflik papua (tw).

Pemuda Kristen Papua sangat Sesalkan Pernyataan Forum Umat Islam (FUI)

Menanggapi Pernyataan Forum Umat Islam (FUI), “ FUI, SIap BerjihatDi Papua  dini ()

Turius wenda, (Foto litbag)
Jayapura,- Turius wenda Ketua Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (FGPBP), Kami organisasi kepemudaan umat kritiani di papua sangat menyesalkan pernyataan forum umat islam (FUI) dalam hal ini oleh, Ketua Dewan Penasehat FUI Habib Rizieq Shihab dan Munarman.
Penanganan konflik suatu daerah di bisa di selesaikan oleh organisasi atau secara person. Rakyat Indonesia berada dibawah pemerintah NKRI sehingga tidak ada organ manapun  secara sepihak intervensi pemerintah khusus masalah kasus papua, ujarnya. 26/11,.
 “Harusnya mereka (FUI) mengerti dan memahami akar persoalan papua. kalau tidak tahu persoalan papua jangan omong sembarangan. karena pernyataan begini bisa berakibat fatal atau mengarah pada konflik SARA atau Konflik agama.”
"Turius wenda"

Dia menambahkan, masalah papua sesungguhnya bukan masalah makan – minum, akar masalah adalah masalah ideology dan sejarah integrasi yang penuh kotrovesial.


Sehingga tidak bisa menyelesaikan dengan cara – cara kekerasan atau melalu berjihat yang sering kali  menjadi cara dan  semboyan Forum Umat islam.

Lanjutnya, pernyataan berjihat di papua yang di lontarkan Habib Rizieq Shihab dan Munarman. adalah satu pukulan berat dan pernyataan yang sangat diskriminatif bagi kaum beragama minoritas terutama umat kritiani di papua

"Kerukunan umat beragama di papua sudah terjalin dan terpelihara dari dulu sehingga siapun yang membongkar dan merongrong kerukunan ini, maka semua orang yang hidup di papua harus melawan dan menolak isu berjihat seperti statement FUI beberapa waktu lalu."

Selanjutnya manambahkan, para tokoh papua bersama elemen pencinta perdamaian sedang berupaya untuk menyelesaikan konflik papua dengan cara damai dan bermartabat,  sehingga tidak ada cara kekerasan di papua karena kekerasan akan melahirkan kekerasan baru.

Pendekatakan dialog dan pendekatan cara bermartabat sedang menjadi pilihan orang papua sehingga kami menolak pendekatan jihatan dan kekerasan militerisme di papua. 

Dengan tegas dia lontarkan, Alunan jihatan dan cara kekerasan benar di realisasikan di papua maka konsekuensi akan berhadapan dengan pemuda dari semua elemen umat Bergama di papua , karena papua menjaga menjadi tanah damai, sehingga isu merusak kedamaian papua kami dengan tegas menolak.

kami juga menghimbau kepada semua umat beragama jangan mudah terporvokasi isu SARA dan jihat di papua, dan di harapkan untuk menciptakan rasa damai dan keamanan setiap dimanapun kita berada.