Rabu, 29 Februari 2012

In memory of the 1999 Papua dialogue


Bird of Paradise papua (photo illust)

Thirteen years ago today, Papua’s “Team 100” was invited by then president BJ Habibie to hold a national dialogue to discuss the Papua issue at the Presidential Palace in Jakarta. 

It was no ordinary event. On the contrary, it was an extraordinary gathering of Papua’s leaders prompted by a widespread call for independence in the nation’s easternmost province. 

It was marked by public demonstrations and the raising of the Papuan flag in a several cities. 

All of this met with a harsh response from security forces. All of this occurred in the wake of the euphoria of Indonesia’s transition to democracy. 
More Orginal teks:Thejakartapost.com/
During the meeting 13 years ago, Team 100 leader Tom Beanal bluntly expressed Papuans’ desire to form an independent state separate from Indonesia. 

This unexpected call shocked Habibie, as well as his Cabinet, who responded by asking Tom to return home and think things over. 

The meeting did not result in anything meaningful. However, it became a milestone for Papuans, who presented their political aspirations with dignity and honor. 

It must be underlined that none of Team 100 were arrested or charged with treason, as is now happening with the president of the so-called Federal Republic of West Papua, Forkorus Yaboisembut, and four of his followers who are being tried for alleged treason and are facing life imprisonment.

Thirteen years on, Papua’s cry for dialogue remains loud. In response, the Yudhoyono administration has held private and formal meetings with Papuan church leaders twice.

 President Susilo Bambang Yudhoyono has also appointed two special representatives, Lt. Gen. (ret.) Bambang Darmono and Dr. Farid Hussain, to address the issue of dialogue through different mechanisms. 

What next in the last two years of Yudhoyono’s presidency? What can we expect as follow up? Will we see political negotiations, as we have seen in Aceh? All these questions remain unanswered.

As we know, dialogue is not the only game in town. Some Papuans do not share this view and have publicly expressed their determination to pursue international legal mediation to bring independence to Papuan. 

However, it remains unclear to the public how this option could be achieved. Others have been advocating for Indonesia to recognize the sovereign state of Papua. 

These advocates have been charged with treason and now are standing trial.

In daily life, we are confronted with other questions that. For instance, what will happen when Papua finally holds its long-delayed gubernatorial election? 

Can the continuing violence in Papua’s highlands and the area near PT Freeport Indonesia’s operations be terminated? 

The violence in those areas have caused a lot of tension, damage and deaths that urgently need to be addressed.

On the government side, we also observe a number of different interpretations on how to conduct a dialogue. 

One approach holds that the dialog should be about Papua and not between Jakarta and Papua, as proposed by many voices in Papua. The logic of this argument is that Papua is part of Indonesia. 

So the polarization of Jakarta and Papua will not help solve the problem. Rather, all stakeholders in Papua should have an equal opportunity to discuss the fate of Papua.

Following the Aceh model, other proponents argue that negotiations should be bipartisan, involving representatives from the Indonesian government and their Papuan counterparts. But this approach still augurs the question of who Papua’s representatives are and whether Papuans can be united. 

Another approach asserts limits on any negotiations on the territorial integrity of Indonesia while preparing to offer a wide range of concessions, including granting amnesty for political prisoners, reviewing the 1969 Act of Free Choice, addressing human rights abuses and reviewing the implementation of special autonomy for Papua. 

The last approach co-opts the whole point of dialogue by creating parallel events to discuss the same issues, albeit infused with completely different notions. 

In the long run this may cause distraction and confusion if negotiations between Jakarta and Papua are realized. 

Obviously, for the government, a Papuan dialogue is not the only game in town either. The Yudhoyono administration confronts many equally pressing issues, such as its energy policy, which has already sparked strong opposition from political opponents.

Meanwhile, unresolved corruption scandals continue to undermine the government’s legitimacy and its capacity to deliver public service.

Nevertheless, if we look back to 1999, Papua’s call for dialogue has not been resolved after 13 years, whereas preliminary engagement between Jakarta and Papua has signaled something positive. 

It is time to take advantage of the goodwill from both sides despite all differences, which are common in any political settings. 

The window of opportunity under the current administration will not be open for much longer and none of us can guarantee whether the next administration will still be willing to engage in dialogue. 

It is also the time for Yudhoyono to conclude his final term by contributing to Indonesia’s democracy and resolving the problem of Papua once for all.

The writer is a Franciscan friar and former director of the Office of Justice and Peace of the Catholic Church in Jayapura, Papua. He is currently pursuing a doctorate at the Australian National University.

Dewan HAM PBB Harus Pastikan Demokrasi Berlanjut


Ilustrasi HAM

JENEWA, kompas.com — Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa diminta bisa menjadi bagian dari solusi untuk membantu memastikan proses demokratisasi bisa terus berlanjut.
Kepastian seperti itu sangat dibutuhkan terutama untuk sejumlah negara seperti di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, yang saat ini tengah menghadapi proses transisi pascapergantian rezim dan kepemimpinan sebelumnya yang diktator.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Rabu (29/2/2012), dalam pidatonya di depan sidang Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss. Utamanya, tambah Marty, Dewan HAM PBB dapat membantu dengan memperkuat kapasitas negara yang bersangkutan di bidang tata kepemerintahan yang baik dan mekanisme demokrasi nasional.

Menurut Marty, belajar dari pengalaman Indonesia, demokrasi dan penghormatan atas nilai-nilai HAM berhasil menciptakan suasana yang kondusif bagi pembangunan nasional. Walaupun pada awal masa transisi, Indonesia menghadapi berbagai tantangan besar, namun pada akhirnya demokrasi berhasil menciptakan stabilitas dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
"Perubahan politik yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara mengingatkan masyarakat internasional akan beberapa hal mendasar. Pemerintah suatu negara harus benar-benar bertanggung jawab kepada rakyatnya. Hak asasi manusia setiap penduduk harus tetap dihormati termasuk di saat krisis politik, dan solusi yang menyeluruh melalui proses politik nasional yang inklusif dan kredibel harus tercapai," ujar Marty.
Lebih lanjut dalam pidatonya Marty mengidentifikasi beberapa elemen penting agar demokrasi berkelanjutan. Pertama, HAM dan demokrasi harus dilihat sebagai kesatuan dengan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang kedua, penanganan isu HAM harus berorientasi jauh ke depan serta tidak bersifat sesaat.
Selain itu yang ketiga, tidak ada resep yang dapat berlaku di segala situasi. Oleh karena itu, upaya mendorong pemajuan HAM tidak dapat menggunakan pendekatan yang kaku, namun harus disesuaikan dengan kondisi spesifik yang dihadapi. Kunci utama dalam hal ini adalah dialog dan pemberdayaan.
Lebih lanjut elemen yang keempat, perlunya pembentukan culture of prevention, baik pada tataran internasional melalui perumusan berbagai instrumen dan Konvensi HAM, maupun pada tataran nasional melalui pembentukan mekanisme HAM yang memadai dan keterlibatan masyarakat sipil

Flash dan Web Desain Murah

Bermanfaat - Jasa Flash dan Web Desain Murah

Salam sobat bermanfaat semuanya.. kali ini bermanfaat mau bagi-bagi info mengenai jasa web desain dan jasa flash yang ditawarkan oleh Gapranimator. Disini sobat bermanfaat semua dapat melakukan pemesanan untuk jasa web desain dan jasa flash desain dengan beberapa paket desain yang murah dan tentunya dengan kualitas yang tinggi yang sesuai dengan kebutuhan anda.

Gapranimator adalah suatu perusahaan yang menyediakan jasa web desain dan jasa flash dengan dua paket murah, masing-masing untuk paket individu atau personal dan paket business/company. Untuk paket individu atau personal tersedia untuk jenis halaman yaitu halaman statis dengan fitu dan fasilitas diantaranya adalah CSS, PHP, JQuery dengan 4 halaman seperti home, Profile, Portofolio dan contact atau yang lain tergantung dari pesanan. My SQL Database support dengan harga Rp. 400.000,-. Untuk setiap penambahan halaman dikenakan biaya sebasar Rp. 100.000,-. Untuk halama dinamis disediakan juga fitur dan fasilitas yang juga memadai yaitu CSS, PHP, JQuery dengan 4 halaman standart seperti disebutkan di atas dengan tambahan CMS (Content Management System) berupa input, update dan delete content. Sedangkan untuk pilihan paket business atau company disediakan beberapa jenis halaman yang dapat dipesan yaitu seperti Halaman dinamis, Dinamis Advanced, Full dinamis advanced, Product catalog/shoping online untuk took online, Advanced product catalog untuk took online dan Full product catalog took online dengan harga bervariatif sesuai dengan paket yang anda pilih, mulai dari Rp. 750.000,- hingga Rp. 2.000.000,-. Silahkan kunjungi website resmi Gapranimator untuk keterangan lebih lanjut lagi di http://www.gapranimator.com/produk/web-desain/ 

Di Gapranimator juga menyediakan jasa pembuatan flash desain untuk berbagai keperluan, baik itu untuk pribadi maupun untuk perusahaan. Diantaranya adalah Falsh banner ads untuk pengiklanan denngan harga Rp. 400.000,- sudah termasuk desain, bila desain dari anda maka harga bias saja berkurang. Adapula paket khusus disediakan untuk perusahaan seperti Flash Company Profile Interaktif dengan harga Rp. 800.000 dan masih banyak lagi pilihan paket yang bias anda pilih. Yuk.. langsung saja kunjungi Website resminya untuk pemesanan jasa Flash desain murah di www.gapranimator.com/produk/flash-desain/pilih berbagai paket flash sesuai keinginan anda.

Anggota Parlemen Australia Luncurkan IPWP Region Australia - Pasifik

Senator Partai Hijau Beserta anggota parlemen lainnya

Canbera, KNPBnews. Pertemuan peluncuran Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP)  chapter  Australia dan Pasific yang berlangsung di gedung Parlemen Australia di Canbera, pada 28 Februari 2012 dibagi dalam 3 sesion. Pertemuan awal dilakukan secara tertutup bersama beberapa parlemen dari partai hijau Australia, dimana pemimpin Green Party, Bob Brown melakukan pertemuan tertutup dengan beberapa pemimpin Papua Barat, serta anggota parlemen dari Vanuatu dan New Zealand.
Dalam pertemuan ini pemimpin partai hijau, Bob Brown mengatakan bahwa Parta Hijau di Australia belum berubah sikap terhadap Papua dari dahulu dalam mendukung hak penentuan nasip sendiri bagi bangsa Papua. Partai hijau Australia telah melakuakn percakapan tentang kondisi Papua Barat, diikuti oleh penjelasan tentang komitmen Vanuatu dan New Zealand.

Ralh Regenvanu MP, salah satu anggota Parlemen di Vanuatu mengatakan bahwa rakyat Vanuatu dan anggota-anggota parlemen yang ada di Vanuatu mendukung kemerdekaan Papua Barat, namun saat ini Pemerintah Vanuatu telah bekerja sama mendukung Papua Barat dalam Indonesia, maka menjadi tugas bagi anggota-anggota parlemen dan rakyat Vanuatu untuk melakukan protes dan memperkuat dukungan bagi kemerdekaan Papua Barat kembali.
Selain itu, Chaterine Delahunty anggota parlemen New Zealand dari partai hijau ikut menyatakan komitmen mendukung isu-isu terkini di Papua Barat, namun juga secara tegas mengatakan untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa Papua.
Dalam agenda ini, pengacara Internasional untuk Papua Barat, Jenifer Robinson yang hadir ikut memberikan penjelasan mengenai pentingnya kerja solidaritas IPWP dan ILWP dalam membawa masalah Papua Barat secara legal di tingkat internasional hingga ke Mahkama Internasional.
Pada pukul 10.12 AM, pertemuan terbuka bersama beberapa politisi Australia, anggota-anggota parlemen dari beberapa partai melakukan pertemuan “morning coffee” yang dipimpin oleh Richard Denatallie MP, dimana peluncuran IPWP untuk Australia dan Pasific diluncurkan. Richard mengatakan parlemen akan berupaya mendesak pemerintah Australia menghentikan bantuan militer untuk Indonesia, juga konsen pada pembebasan tahanan politik serta mendesak Jakarta agar membuka akses internasional untuk investigasi di Papua. Selain itu Richard berupaya membangun komunikasi tentang apa yang diinginkan oleh rakyat Papua, termasuk hak penentuan nasip sendiri.
Selang pukul 12.00, dimpimpin oleh Richard Denatalie bersama anggota parlemen dari Vanuatu Ralp Regenvanu MP dan anggota partai hijau dari New Zealand, Chatrine Delahunty serta Rex Rumakiek dari West Papua melakukan konferensi pers terbuka di depan wartawan-wartawan yang memadati ruang conference. Dalam konferensi bersama komunitas Papua yang diundang, masing-masing kembali mempertegas isu-isu yang akan diperjuangkan di tingkap parlemen di masing-masing negara.
Sehari sebelumnya, partai penguasa Australia, Labor Party (Partai Buruh) melalui ketua Craig Emerson mengatakan kepada anggota parlemen mereka tidak harus menghadiri pertemuan Parlemen Internasional untuk Papua Barat, yang diselenggarakan oleh Partai Hijau. Mr. Emerson mengatakan kebijakan pemerintah bahwa provinsi harus tetap bagian dari Indonesia.
Tapi anggota parlemen dari partai itu termasuk Laurie Ferguson dari NSW, Melissa Parke Fremantle dan Claire Moore, Senator Buruh dari Queensland, mengatakan bahwa mereka menghadiri pertemuan.
Seperti yang diberatakan sebelumnya bahwa Gubernur N.C.D (Ketua IPWP di PNG), Powes Parkop MP tidak dapat hadir dan mengagendakan pertemuan IPWP berikutnya di PNG.

Anggota Parlemen Buruh Menentang Mentery Atas Papua

IPWP or ILWP (foto Ilstr)

Backbenchers pekerja telah marah menantang panggilan dengan bertindak Menteri Luar Negeri Craig Emerson untuk memboikot pertemuan pada provinsi yang disengketakan Papua Barat sehingga Indonesia tidak tersinggung.
Bahasa Indonesia kedutaan pejabat telah menyuarakan keprihatinan dengan pemerintah atas peluncuran bab lokal Parlemen Internasional untuk Papua Barat.
Kelompok itu, yang mengadvokasi hak asasi'' penduduk asli Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri'', diluncurkan di Canberra kemarin oleh Victoria Hijau Senator Richard Di Natale.
Dr Emerson diyakini memiliki'''' sangat mendesak rekan-rekannya untuk tidak pergi ke pertemuan itu, mengatakan kaukus platform Buruh adalah untuk mendukung integritas teritorial Indonesia sedangkan Hijau menginginkan kemerdekaan bagi Papua Barat.
'' Kami tidak boleh menari untuk lagu Hijau ','' kata Dr Emerson.

Tapi anggota parlemen beberapa tampak mengabaikan komentar Dr Emerson, yang mereka pandang sebagai upaya untuk melarang kehadiran pada pertemuan tersebut.
'' Saya katakan padanya aku akan pergi pula,'' New South Wales backbencher Laurie Ferguson kemudian mengatakan kepada The Age .
'' Yang tidak menghargai adalah tidak ada kontradiksi antara platform Partai Buruh yang mengatakan bahwa kita menghormati integritas batas di Indonesia ... dan kampanye hak asasi manusia di Papua Barat dan dukungan untuk diskusi tentang otonomi,'' katanya , menambahkan bahwa kelompok parlemen bertemu pada masalah yang sama seperti Palestina, Sahara Barat dan Tibet.
Dr Emerson juga ditarik oleh Tenaga Kerja kaukus ketua Daryl Melham dan mantan Speaker Harry Jenkins, yang mengatakan anggota parlemen bebas untuk menghadiri acara yang mereka pilih.
Buruh Melissa Parke backbenchers dan Claire Moore juga menghadiri pertemuan tersebut.
Papua Barat dimasukkan ke Indonesia pada akhir tahun 1960 tetapi telah dilanda kampanye berjalan panjang untuk kemerdekaan.
Kedutaan Indonesia kemarin menolak berkomentar.
Tapi Wilayah Kerja Utara senator Trish Crossin, yang memimpin Kelompok Bahasa Indonesia Persahabatan Parlemen Australia, menegaskan sebuah delegasi pejabat kedutaan telah bertemu kemarin untuk mengekspresikan keprihatinan karena Papua Barat adalah sebuah provinsi Indonesia.
Senator Crossin berbicara dalam mendukung Dr Emerson dalam kaukus dan mengatakan tidak jelas apa pertemuan itu dimaksudkan untuk mencapai sebagai kelompok persahabatan biasanya negara ke negara.
'' Jika ini merupakan kelompok kecil informal untuk mengadvokasi hak asasi manusia di sana - baik, itu benar-benar terpisah''.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri menegaskan kedutaan Indonesia telah mengangkat isu Papua Barat pertemuan dan mengatakan pemerintah Australia berturut-turut telah berkomitmen untuk integritas wilayah Indonesia.


Comrades defy Emerson to join Greens in West Papua talks

Foto ilustrasi
ANGRY Labor MPs revolted yesterday and joined a cross-party parliamentary support group for West Papua despite warnings from the Acting Foreign Minister to steer clear of the meeting.
During yesterday's Labor caucus meeting in Canberra, Craig Emerson told MPs they should not attend a meeting of the International Parliamentarians for West Papua, which was organised by the Greens. Mr Emerson told backbenchers it was government policy that the province should remain part of Indonesia.
But several MPs including Laurie Ferguson of NSW, Fremantle's Melissa Parke and Claire Moore, Labor senator for Queensland, said that they planned to attend a meeting of the group anyway.

A fired-up Mr Ferguson told The Australian later he did not think Mr Emerson was across the portfolio when he came up with "this preposterous idea".
He said the minister's intervention was ridiculous and unprecedented. For decades Australian MPs of every persuasion had been free to support a very wide range of causes.
"In no way is the group about destroying the integrity of Indonesia's boundaries," Mr Ferguson said. "But that doesn't mean there should not be a discussion about a degree of autonomy for West Papua as there is in Aceh."
Mr Ferguson said that through the day other Labor MPs had declared their support for the West Papuans.
Mr Ferguson said those involved were concerned about human rights abuses in the province and the very heavy military presence there. "People have been jailed for 15 years for putting a flag up," Mr Ferguson said.
The Greens' spokesman for West Papua, Richard Di Natale, said it was disappointing that there should be division "over protecting the fundamental human rights of our neighbours in West Papua".
"Craig Emerson's stance on this issue is cowardly," he said. "I'm pleased that a number of Labor Party members took a stand."

Wishful Wednesday (1)



Lagi, saya ikutan blog hop yang diadakan Books To Share yang berjudul... Tadaaaaaa.... Wishful Wednesday. Jadi dalam blog hop ini kita harus posting buku-buku yang sudah lama kita inginkan setiap hari rabu. Untuk lebih jelasnya, silakan baca peraturan di bawah ini:

  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)


Buku yang sudah lama aku incer adalah Max by James Patterson. Sinopsis bisa dibaca disini.



Max ini buku ke-5 dari seri Maximum Ride yang diterbitkan oleh Gramedia. Sayangnya Gramedia baru nerbitin sampai buku ke-4, itu pun terbit tahun 2009 lalu. Walau ada buku versi bahasa Inggrisnya tapi saya menanti-nantikan humor sarkastik Max dalam bahasa Indonesia. Well, selain itu ya buat koleksi juga, soalnya saya uda punya ke-3 bukunya (yang ke-4 masih nyari) :D

Psst, Gramedia kapan dong lanjutannya terbit?

Selasa, 28 Februari 2012

Dear You

Penulis: Moammar Emka
Penyunting: Christian Simamora
Penerbit: Gagas Media
Tahun: November 2011 
Hlm: 392
ISBN: 9789797805289


Review:


Pertama buka buku ini, mata langsung terpaku pada kartu cinta yang cantik. Kartu cinta pertama yang saya buka tertulis kata-kata, "Dear you, Cinta memang sederhana. Tapi aku memilih luar biasa memaknai jatuhnya; jatuh cinta kepadamu."


Aaaw, so sweet. *meleleh*



Kemudian saya membuka halaman pertama dan mulai membaca. Buku ini bukan novel deh dan saya tidak yakin buku ini masuk kategori novel. Ini buku cinta. Buku tentang cinta. Bukan buku yang bercerita mengenai kisah cinta, tapi tentang cinta. Duh, susah jelasinnya. 


Buku ini bukan rangkaian kisah, melainkan kumpulan kalimat-kalimat cinta. Diksinya indah, sangat puitis. Setiap kalimat memiliki nomor dan diurutkan sesuai dengan tema tertentu kemudian dikumpulkan dalam satu bab. Walaupun begitu, setiap babnya mampu bercerita tentang kisah cinta. 

Penulis seperti sedang sakit, terserang virus cintalovesickdan seakan kesetanan ia menulis, karena menulis adalah terapi. Membuat pembaca simpati.


13. Cinta adalah keberanian. Dan maaf aku belum mampu untuk mewujudkannya.~p.5


Setiap nomor kalimatnya berpotensi besar untuk dijadikan sms cinta kepada kekasih. Sempat terpikir kalau ini buku gombal. Tapi jenis gombal romantis, bukan gombal jayus murahan sih kalau saya boleh bilang. Kalau dikirim atau diutarakan pada waktu yangtepat bisa membuat pasangan manapun jadi terancam masuk ke hubungan batin yang lebih dalam! (Terlarang buat pasangan yang cuma main-main)



90. Dulu, ada satu keajaiban yang membangunkanku dari ruang hampa, dan itu kamu. Dan aku percaya, akan ada keajaiban kedua. Siapa lagi kalau bukan kamu lagi.~p.159


Buku Dear You oleh Moammar Emka ini harus dibaca perlahan. Setiap kalimatnya wajib diresapi satu persatu. Karena nikmatnya ada disitu. Buku ini terlalu romantis. Sampai nggak kuat bacanya. Setiap kalimatnya terlalu kuat, sederhana tapi sarat makna, terasa sekali emosinya. Dan terkadang saat suasana hati lagi skeptis, tanpa sadar langsung mencibir, "Hm, dasar gombal banget!" melempar buku, lalu mendiamkannya.  (haha)


Saya suka sekali ilustrasi disetiap halaman. Nyaris tidak ada halaman tanpa ilustrasi gambar-gambar indah. Tahu sendiri kan gagas memang paling oke kalau sudah menyangkut ilustrasi cover. Coba kalau halamannya memakai jenis kertas untuk majalah dan buku ini dicetak berwarna, dijamin pasti akan lebih spesial lagi.

73. Jika saja hati itu seperti buku terbuka, betapa indahnya membaca dan menuliskan cinta, untukmu.~p.316



Dear you, buku cinta yang sarat emosi pahit manis cinta. Cocok dijadikan kado manis untuk kekasih yang sedang dimabuk cinta. Dari lelaki pecinta kepada wanita tercinta. Karena buku ini buku yang bercerita tentang cinta. 


PS: Dan terima kasih kepada Stefani, karena memberikan saya kesempatan untuk membaca cinta, sebagai hadiah giveaway Bookie-Looker yang lalu. Saya anggap ini kado cinta darimu, ya. XD
PS: Di posting dalam rangka Baca Bareng Bulan Februari bersama #BBI

Tokoh Komponis Gioachino Rossini

Gioachino RossiniGioachino Antonio Rossini (Pesaro, 29 Februari 1792 - Passy, 13 November 1868) merupakan seorang komponis berkebangsaan Italia. Dia lahir di tengah-tengah keluarga yang mencintai musik. Giuseppe, ayahnya, adalah seorang pemain alat musik terompet. Ibunya, Anna, adalah seorang penyanyi.



Tahun 1805, ketika Rossini berusia tiga belas tahun, ia tampil di teater Commune dalam Paër`s Camilla. Ini adalah penampilan pertamanya di depan publik untuk bernyanyi. Di usianya yang keempat belas, Rossini belajar cello kepada Cavedagni Conservatorio, Bologna. Dia lalu mendalami kemampuan untuk memainkan cello di bawah bimbingan Padre P.S. Mattei pada 1807. Rossini juga adalah seorang pemain terompet yang terampil; ia mengikuti jejak ayahnya.



Opera pertamanya, "La Cambiale di Matrimonio", diproduksi di Venesia ketika ia masih berumur delapan belas tahun. Dua tahun sebelumnya, ia telah menerima penghargaan di Conservatorio Bologna untuk karya nyanyian paduan suaranya, "Il pianto d`Armonia sulla morte d`Orfeo".



Antara tahun 1810 dan 1813, Rossini menciptakan banyak opera dengan keberhasilan yang beragam. Semua kenangan dari karya-karya itu seakan-akan ditenggelamkan oleh kesuksesan besar karyanya, "Tancredi". "Tancredi" adalah sebuah opera dalam dua babak dengan komposer oleh Rossini dan penulis syairnya, Luigi Lechi. Opera ini didasarkan pada pertunjukan `Tancrède` oleh Voltaire, tahun 1759. Opera pertama gubahan Rossini ini dipertunjukkan di Teatro La Fenice pada 6 Februari 1813. Opera gubahan pertama Rossini ini seharusnya diakhiri dengan sebuah penutup cerita yang bahagia, namun ia mengubahnya dengan akhir kisah yang tragis.



Pada 1815, Rossini diminta oleh impresario Domenico Barbaja untuk untuk menjadi pimpinan musik dan artistik Teatro San Carlo dan Teatro Del Fondo di Naples. Saat itu dia menggubah lagu "Elisabetta, Regina d`Inghilterra" (Elizabeth, Sang Ratu Inggris) untuk seorang penyanyi sopran, Isabella Colbran, yang kemudian menjadi isterinya.



Antara tahun 1815 dan 1823, Rossini membuat dua puluh opera. Di antara semuanya itu, "Otello" adalah puncak pembaharuan operanya yang bersifat serius. Pada masa Rossini, cerita-cerita yang berakhir tragis sangat tidak disukai oleh masyarakat Roma, maka diciptakanlah akhir cerita "Otello" yang bahagia.



Pada 1823, atas saran pengelola King`s Theatre, London, Rossini datang ke Inggris dan tinggal di sana untuk beberapa lama. Di Inggris, ia menerima penghargaan, termasuk sebuah pertemuannya dengan Raja George IV. Pada 1824, ia menjadi direktur musik di Théâtre Italien di Paris.



Hasil karyanya, "Guillaume Tell", pada 1829 membawanya ke puncak kariernya sebagai penulis opera. Lirik lagu opera tersebut dikarang oleh Étienne Jouy and Hippolyte Bis, namun direvisi oleh Armand Marrast. Musiknya luar biasa karena bebas dari kaidah-kaidah yang dirumuskan dan ditaati oleh Rossini dalam karya-karyanya selama ini. Hal tersebut menandai masa transisi dalam sejarah opera. Meskipun merupakan sebuah opera yang bagus, opera ini jarang sekali dimainkan secara utuh dan lebih sering dipotong-potong karena durasi versi asli opera ini bisa mencapai empat jam.



Opera Terkenal "Il Barbiere di Siviglia" Opera ini adalah karya opera Rossini paling terkenal yang dipertunjukkan pada 20 Februari 1816 di Teatro Valle di Roma. Penulis syairnya oleh Cesare Sterbini. "Il barbiere di Siviglia" adalah opera hasil karya Rossini yang terkenal dan sangat disukai di Eropa lebih dari seperempat abad. Banyak pendapat mengenai seberapa cepat Rossini menulis opera ini. Para ahli umumnya mengakui bahwa Rossini menulis opera ini selama lebih dari dua minggu, sebuah mukjizat dengan sedikit standar. Rossini mengakui bahwa ia menulis opera tersebut selama 12 hari.



Karya-Karya Operanya yang Lain:



Demetrius dan Polybius - 1812 kp[

Ciro di Babilonia - 1812

Signor Bruschino - 1813

Aurelius di Palmyra - 1813

Elizabeth, Ratu Inggris - 1815

Cinderella - 1817

Musa di Mesir - 1818

Hermione - 1819

Muhammad II - 1820

Matilda dari Shabran - 1821

Zelmira - 1822

Semiramis - 1823

Perjalanan ke Reims - 1825

Musa dan Firaun - 1827

Count Ory - 1828

William Tell - 1829



Nyanyian Paduan Suara -- Kantata



Il pianto d`armonia sulla morte di Orfeo - 1808

La morte di Didone - 1811

Egle ed Irene - 1814

Omaggio umiliato - 1819

La riconoscenza - 1821

Giunone - before 1822

Omaggio pastorale - 1823

Il pianto delle muse i morte di Lord Byron - 1824

Giovanna d`Arco - 1832

Cantata in onore del sommo pontefico Pio IX - 1847



Musik-Musik Instrumentalia



Sei sonate a quattro - 1804

Sinfonia "al conventello" - 1806

Sinfonia - 1808

Variazzioni di clarinetto - 1809

Andante e tema con variazioni - 1812

Passo doppio - 1822

Valse - 1823

Rendez-vous de chasse - 1828

Fantaisie - 1829

Trois marches militaires - 1837

Scherzo - 1843

Marcia - 1852

La corona d`Italia - 1868

Musik-Musik Suci

Messa di Gloria - 1820

Stabat mater - 1832

Tantum ergo - 1847

Laus deo - 1861



Musik Vokal Sekuler



Se il vuol la molinara - 1801

La mia pace io già perdei - 1812

Amore mi assisti - 1814

Il trovatore - 1818

Il carnevale di Venezia - 1821

Addio ai viennesi - 1822

Dall`oriente l`astro del giorno - 1824

Tre quartetti da camera - 1827

La passeggiata - 1831

La dichiarazione - 1834

Nizza - 1836

L`âme délaissée - 1844

Francesca da Rimini - 1848

Mi lagnero tacendo - 1858



Kesuksesan karya-karya Rossini merupakan keberhasilan dalam dunia opera. Pada usia 37 tahun, dia berhenti menulis opera karena sakit. Ia dan Isabella meninggalkan Paris pada 1837 untuk tinggal di Italia di mana ia menderita "neurasthenia" (penyakit mental dengan gejala psikosomatis). Setelah merasa sehat kembali, pada 1855 dia kembali ke Paris dan mulai aktif lagi menggubah nada untuk piano dan paduan suara. Tahun 1868, Rossini meninggal dan dimakamkan di Père Lachaise Cemetery, Paris.

Senin, 27 Februari 2012

Teaser Tuesdays (28 Feb 2012)

Teaser Tuesdays is a weekly bookish meme, hosted by MizB of Should Be Reading. Anyone can play along! Just do the following:

  • Grab your current read
  • Open to a random page
  • Share two (2) “teaser” sentences from somewhere on that page
  • BE CAREFUL NOT TO INCLUDE SPOILERS! (make sure that what you share doesn’t give too much away! You don’t want to ruin the book for others!)
  • Share the title & author, too, so that other TT participants can add the book to their TBR Lists if they like your teasers!

Teaser for this week: Catching Fire


"My nightmares are usually about losing you. I'm okay once I realize you're here."

~Peeta in "Catching Fire" by Suzanne Colins






I hope you enjoy the reading~

West Papua Committee to Stage Major Rally Tuesday

M
Group KNPB

SBP-JAYAPURA,  - The National Committee of West Papua (KNPB) plans to stage a big rally on Tuesday (Feb 28) related to the launch of the International Parliamentarians for West Papua (IPWP) for Pacific region in Australia’s Parliament House.
“Through this national rally we ask for support from international community. We also give support to the International Lawyers for West Papua (ILWP) and the International Parliamentarians for West Papua (IPWP), which always support West Papua,” Spokesperson of KNPB, Jeffry Tabuni, said as quoted by Bintang Papua.
Jeffry said that tomorrow KNPB will mobilize Papuan people in West Papua to join the national rally. The name ‘West Papua’ in KNPB’s term refers to the whole of the western half of New Guinea Island, which is now divided into two provinces (Papua province and West Papua province) by Indonesian Government.

Jeffry, however, reminded to all Papuan people that the targets of the national rally are not Non Papuan people live in West Papua, and also not to destroying public infrastructures such as retail networks and buildings, because anarchy will not resolve the problems.
According to Jeffry, the launch of IPWP for Pacific region in Australia tomorrow will be attended by Powes Parkop (Governor of Port Moresby and the National Capital District of Papua New Guinea), Ralph Regenvanu (Justice Minister of Vanuatu Republic), Chaterine Delahunty (member of New Zealand Parliament), and Senator Richard Di Natale (member of Green Party, Australia) as spokesperson of West Papua.
KNPB has previously on February 20, 2012 also staged a rally in front of Papuan People Council (MRP). KNPB rejects the existence of a special unit for the acceleration of development in Papua provinces (UP4B) established by President SBY to resolve the problems in the provinces. KNPB insisted that the right solution for West Papua is a referendum.
IPWP, meanwhile, in its official website, www.ipwp.org, confirmed the event. IPWP claims that Parliamentarians from Vanuatu, New Zealand, Papua New Guinea and Australia have been invited to join this new group of IPWP for Members of Parliament’s supporting West Papua. IPWP said that it will build relationships between parliamentarians in the Australia-Pacific region interested in regional approaches to the challenges faced by those in West Papua.
IPWP is international organization which recognizes the inalienable right of the indigenous people of West Papua to self-determination, which its believed was violated in the 1969 “Act of Free Choice”. IPWP members have actively call upon their governments through the United Nations to put in place arrangements for the free exercise of that West Papuan people’s right to decide democratically their own future in accordance with international standards of human rights, the principles of international law and the Charter of the United Nations.
Tens of Parliament members have joined IPWP. They came from United Kingdom (UK), New Zealand, Australia, Papua New Guinea, Sweden, Netherland, Czech Republic, Switzerland, Finland, and Scotland. (haryanto@theindonesiatoday.com)
Orinalnews Indonesia Today