Jumat, 25 November 2011

Menangis Ketika Membaca Al-Qur’an Atau Mendengarkannya

Menangis ketika membaca Al-Qur’an atau ketika mendengarkannya merupakan sifat orang mukmin yang sebenar-nya. Seorang mukmin ketika merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an, ia mendapatkan sifat yang sempurna dan agung pada Tuhannya. Pada saat itu hatinya dipenuhi gejolak dan pemu-liaan terhadap Tuhannya. Sebagaimana ia berdiri diatas kepercayaan terhadap Allah, dengan mengemban amanah yang langit dan bumi enggan memikulnya, Allah menjadikan ke-nikmatan yang abadi bagi yang melaksanakannya, juga sebaliknya mengancamkan siksa yang pedih bagi yang menyia-nyiakannya. Kemudian perasaan yang lalai dan penyalahgu-naannya akan menambah semakin besar penyesalan dan ke-sedihan yang berkepanjangan.

Imam Nawawi berkata: “Menangis ketika membaca Al-Qur’an merupakan sifat orang yang telah mencapai dera-jat pengetahuan yang dalam dan lambang bagi hamba-hamba Allah yang shalih.”

Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memuji para nabiNya dan hamba-hamba-Nya yang shalih. Dia berfirman:
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni`mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Maryam: 58)

Allah Subhannahu wa Ta'ala juga berfirman:
“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: ‘Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi’. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra’: 107-109)

Allah Subhannahu wa Ta'ala juga befirman:
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturun-kan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri).” (Al-Maidah: 83)

Apa yang disebutkan dan diisyaratkan Allah dalam kitab-Nya tiada lain untuk menghibur mereka. Menangis ketika membaca Al-Qur’an dan mendengarkannya, telah menjadi lambang (tanda keagungan) Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dan sahabat-sahabatnya serta sebaik-baik salaf ridhwanullahi ‘alihim.

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, ‘Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiallaahu anhu berkata: “Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memerintahkan saya: “Bacakanlah untukku Al-Qur’an”. Saya berkata: “Bagaimana saya akan membacakan untukmu, padahal Al-Qur’an di-turunkan kepadamu.” Rasul menjawab: “Ya, (tetapi) saya ingin mendengarnya dari selain saya.” Maka saya membaca surat An-Nisa’ hingga sampai pada ayat:

“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabi-la Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (An-Nisa’: 41)

Beliau bersabda: “Cukup!” Dan kedua mata beliau menangis.

Ibnu Battha’ berkata: “Beliau Shalallaahu alaihi wasalam menangis ketika dibacakan ayat ini karena beliau membayangkan dirinya akan kedahsyatan hari Kiamat ketika beliau dipanggil untuk menjadi saksi atas umat-umatnya dan permohonan syafa’atnya bagi orang-orang di Padang Mahsyar. Dan ini adalah perkara yang berhak ditangisi berkepanjangan.”

Ibnu Hajar berkata: “Orang yang menangis karena mengetahui bahwa amalnya pasti akan dipersaksikan, sedangkan tidak semuanya lurus/benar, hal itu akan menyebabkan siksa baginya.”

Ibnu Marduwaih dengan sanadnya dari Attha’ berkata: “Saya keluar bersama Ibnu Umar, Ubaid Ibnu Amir, ke rumah Aisyah Radhiallaahu anha , maka kami masuk ke rumahnya sedang antara kami dengannya terdapat hijab (penghalang). Aisyah bertanya: Wahai Ubaid apa yang menghalangimu untuk mengunjungi kami? Ubaid menjawab dengan perkataan penyair:
زُرْغُبًّا تَزْدَرْ حُبًّا.
“Perjaranglah mengunjungi seseorang niscaya bertambah kecintaan.”

Ibnu Umar Radhiallaahu anhu berkata: “Maafkanlah kami, beritahukanlah kepada kami sesuatu yang paling mengagumkanmu dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam.” Maka beliau menangis dan berkata: “Semua perkara beliau menakjubkan. Suatu malam dia mendatangiku hingga kulitnya menyentuh kulitku, kemudian bersabda: “Biarkan aku beribadah kepada Tuhanku.” Aku berkata: “Demi Allah, aku senang berada di dekatmu dan aku suka engkau beribadah kepada Tuhanmu, kemudian beliau berdiri dan berwudhu’ dengan tidak boros dalam pemakaian air, kemudian melaksanakan shalat sambil menangis hingga membasahi jenggotnya. Ketika itu Bilal akan mengumandangkan adzan Subuh. Bilal berkata: “Wahai Rasulullah apa yang membuatmu menangis padahal Allah telah menghapus dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.” Rasul menjawab: “Oh Bilal, apa yang menghalangiku untuk tidak menangis sedangkan malam ini telah turun ayat:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 190)

Kemudian beliau Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: “Celaka bagi yang membacanya namun tidak merenungkannya.”

Abdur Razzaq dengan sanadnya dari Qais Ibnu Abi Hazim berkata: “Abdullah Ibnu Rawahah pernah meletakkan kepalanya di pangkuan istrinya sambil menangis. Maka istri-nya menangis juga dan berkata: ‘Apa yang menyebabkanmu menangis?’ Ia menjawab: ‘Aku teringat firman Allah:

“Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Maryam: 71)

Aku tidak tahu akankah aku selamat atau tidak!
Dari Nafi’ berkata: “Ibnu Umar jika membaca ayat ini:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang ber-iman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (Al-Hadid: 16)

Beliau selalu menangis hingga tidak terkontrol.
Dari Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu bahwasanya beliau shalat Subuh berjamaah, ketika itu membaca surat Yusuf, maka beliau menangis hingga air matanya membasahi tempat sujud. Dalam riwayat lain mengatakan bahwa tangisan beliau terdengar sampai pada shaf-shaf belakang.

Di dalam Shahih Al-Bukhari dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhuma berkata: “Ketika sakit Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bertambah parah dikatakan pada beliau: ‘Shalat ….’ Beliau menjawab: ‘Perintahkan Abu Bakar untuk mengimami orang-orang!’ ‘Aisyah Radhiallaahu anha berkata: ‘Sesungguhnya Abu Bakar orangnya lemah, jika membaca sering menangis’. Rasul berkata: ‘Perintahkanlah agar ia melaksanakan shalat). maka ‘Aisyah mengulangi perkataannya. Rasul kemudian bersabda: ‘Perintahkanlah agar ia melaksanakan shalat, sesungguhnya kalian seperti wanita di zaman Yusuf’.”

Dari Abi Shalih berkata: “Orang-orang dari Yaman mendatangi Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallaahu anhu, mereka membaca Al-Qur’an dengan menangis. Maka Abu Bakar Radhiallaahu anhu berkata: Beginilah kami di zaman Rasul.”

Dari Az-Zuhri bahwasanya Umar Ibnu Abdul ‘Aziz suatu pagi memegang jenggotnya seraya membaca:
“Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepa-da mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.” (Asy-Syu’ara’: 205-207)
Kemudian beliau bersenandung:

“Siangmu tenang dan melalaikan, wahai orang yang dimaafkan, malammu kau gunakan untuk tidur berselimut.
Engkau bergembira dengan sesuatu yang akan musnah dan berbahagia dengan angan-angan, padahal kelezatan seakan mimpi di tengah malam.
Engkau berusaha terhadap suatu hal yang akan engkau benci pada akhirnya, begitulah engkau di dunia akan menjadi seperti hewan.” 





Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar