Jumat, 21 Oktober 2011

Korban Ricuh Kongres Papua Jadi Enam Orang

Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Papua menyatakan bahwa enam orang menjadi korban tewas dalam ricuh Kongres III di Lapangan Zakeus, Padang Bulan, Abepura, Jayapura, 19 Oktober 2011 lalu.
Para korban meninggal versi Komnas HAM adalah James Gobay, 25 tahun, Yosaphat Yogi, 28 tahun, Daniel Kadepa (25), Maxsasa Yewi (35), Yakob Samonsabra (53), dan Pilatus Wetipo (40). Untuk korban luka, Ana Adi (40), Miler Hubi (22), dan Matias Maidepa (25). “Ada enam orang dari data terbaru. Kami mendapat ini dari sumber terpercaya,” kata Matius Murib, Wakil Ketua Komnas HAM Papua, Jumat, 21 Oktober 2011.


Dua korban pertama, Daniel Kadepa dan Maxsasa Yewi, ditemukan Kamis, 20 Oktober 2011, di perbukitan belakang Korem 172 PWY, Padang Bulan, Abepura, Kota Jayapura. Di tubuh korban terdapat luka bacok dan tusukan senjata tajam. Pada hari itu juga, korban lain diidentifikasi bernama Yacob Samonsabra.

Tempo
mendapat data bahwa seorang warga tewas, yakni Aza Yeuw, yang disemayamkan di rumah duka di Kampung Waibron, Distrik Sentani Barat, Jayapura. “Nama lain korban tewas yaitu Pilatus, Yosphat, Gobay, dan Wetipo. Korban luka untuk sementara tiga orang,” kata Matius.

Komnas HAM masih mendalami data tersebut, salah satunya dengan mencari penyebab kematian korban. “Ya, kami dapat dari sumber terpercaya. Inti dari semua ini bahwa kongres kemarin telah melahirkan masalah baru bagi penegakan HAM di Papua,” tuturnya.

Polisi secara sengaja telah mengedepankan pendekatan represif terhadap peserta kongres dan menimbulkan korban. “Apakah itu luka atau tewas, atau luka baru kemudian tewas, ya sama saja, karena pendekatan yang dipakai polisi jauh dari prosedur, cara-cara ini yang kita ingin hindari,” katanya.

Komnas HAM menilai jika saja polisi bersabar beberapa saat untuk tidak menembak, tentu akhirnya akan berbeda. “Di luar dari apakah ini makar atau tidak, kami hanya ingin pendekatan represif pada warga harus dihindari. Polisi bisa saja menemui pimpinan kongres secara baik dan menangkap mereka dengan cara yang elegan, bukan main tembak begitu,” katanya.

Para petinggi kongres berjiwa besar untuk menyerahkan diri. Buktinya, tak menunggu lama, Selpius Bobi, ketua panitia kongres berserah pada aparat keamanan dan dipersilakan diperiksa. “Mereka itu tidak akan lari. Kalau polisi lebih menahan diri sedikit saja, korban tewas dari kejadian ini tidak akan ada,” paparnya.

Kongres Papua III mendeklarasikan Negara Federasi Papua Barat. Mata uangnya Golden, lagu kebangsaannya Hai Tanahku Papua, benderanya Bintang Kejora, lambang negara Burung Mambruk, bahasa Vigin, dan pemerintahan daerah dipimpin seorang gubernur. Kongres mengangkat Forkorus Yaboisembut, Ketua Dewan Adat Papua, sebagai presiden, dan Edison Waromi sebagai perdana menteri.

Baik Forkorus maupun Waromi kini tengah menjalani pemeriksaan setelah ditetapkan sebagai tersangka melakukan makar. Keduanya melanggar Pasal 110, 106, dan 160 KUHP tentang Makar.

Tersangka lain yang dijerat tuduhan makar yakni August Makbrawen Sananay Kraar dan Dominikus Sirabut, aktivis HAM Papua. Sementara seorang lainnya, Gat Wenda, dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena terbukti membawa senjata tajam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar